Sebelum membahas mengenai bagaimana ancaman resesi terhadap perekonomian, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu pengertian dari kata resesi itu sendiri. Resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Resesi bisa terlihat ketika keberadaan ekonomi suatu negara mengalami produk domestik bruto (PDB) negatif yang menyebabkan meningkatnya tingkat pengangguran, penurunan penjualan ritel dan ukuran pendapatan dan manufaktur yang berkontraksi untuk jangka waktu yang lama. Resesi biasa terjadi akibat dari adanya guncangan ekonomi yang terjadi secara tiba-tiba yang menimbulkan kerugian finansial yang serius, contohnya dapat dilihat melalui penyebaran virus corona yang secara perlahan mematikan perekonomian dunia.
 Munculnya gelembung aset, ketika keputusan investasi asing didorong oleh emosi maka hasil ekonomi yang buruk akan mengejar dari belakang, mantan ketua Fed Alan Greenspan menyebutkan bahwa kecenderungan ini sebagai "kegembiraan irasional," yang dapat menggelembungkan pasar saham atau real estat dan ketika gelembung itu meledak, maka akan menimbulkan kepanikan penjualan yang dapat menghancurkan pasar. Terlalu banyak inflasi dan deflasi juga dapat menyebabkan resesi yang menimbulkan kontraksi pada upah yang kemudian menekan harga-harga di lapangan. Lalu bagaimana dengan nasib para investor asing?
Seorang investor akan mengalami kekhawatiran ketika tanda-tanda resesi terlihat, karena hal ini akan menyebabkan turunnya harga saham dan pasar biasanya akan mengalami pergolakan dengan harga saham yang mengalami ayunan liar. Oleh sebab itu seorang investor harus merencanakan penyusunan portofolio untuk menghindari dampak dari resesi tersebut. Sebelumnya Indonesia sudah pernah mengalami resesi ekonomi pada tahun 2021 di kuartal I dan berhasil keluar dari posisi tersebut pada tahun yang sama di kuartal II, dalam hal ini terlihat bahwa pemulihan ekonomi Indonesia terbukti berpotensi untuk investasi. Ekonomi Indonesia berhasil tumbuh sebesar 7,07 persen pada kuartal April-Juni 2021 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Terlepas dari tantangan pandemi Covid-19, Indonesia berhasil menarik diri dari resesi karena realisasi investasi langsung kembali pada kuartal kedua tahun fiskal.
Pertumbuhan pengiriman komoditas sebesar 56 persen, peningkatan konsumsi dan investasi, serta pengeluaran pemerintah yang lebih besar telah berhasil menghidupkan kembali perekonomian. Selain itu investasi asing mulai mengalir ke proyek-proyek tidak hanya di Jawa, tetapi juga di Maluku Utara, Sulawesi tengah, dan Riau. Secara total, realisasi penanaman modal asing pada kuartal II mencapai Rp 116,8 miliar dari total 223 miliar dengan angka ini menandakan kepercayaan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.Â
Untuk tetap mempertahankan iklim berinvestasi di Indonesia pemerintah sudah melakukan beberapa cara yaitu melalui Kementerian Penanaman Modal telah menyiapkan empat strategi untuk mempertahankan investasi di tengah-tengah ketidakstabilan ekonomi yaitu dengan memfasilitasi perusahaan yang sudah ada di Indonesia dalam mengatasi kendala yang sedang dihadapi, memfasilitasi investasi yang terhenti, mendatangkan investasi baru ke Indonesia, dan memberikan insentif kepada perusahaan yang berencana melaksanakan rencana ekspansi. Dengan strategi ini, kebanyakan dari investasi asing diproyeksikan mengalir ke kepemilikan ekuitas Indonesia untuk beberapa tahun ke depan, selain itu proses transformasi bisnis Indonesia menjadi kabar baik bagi para investor hal ini tidak hanya untuk investor asing namun juga domestik serta perekonomian kawasan. Walaupun pandemi masih menjadi ancaman bagi perekonomian global, namun ketahanan kinerja perekonomian Indonesia menjadi bukti kegigihan masyarakat dalam mengatasi tantangan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H