CINDY ARISMA PUTRI/191241056
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk jenis penyakit arbovirus yang ditularkan oleh dua jenis vektor nyamuk yaitu Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus dan merupakan masalah utama penyakit di dunia, terutama di negaratropis. Sampai tahun 2009, sekitar 2-5 miliar orang yang tinggal di lebih 100 negara endemik, terutama daerah tropis yang rentan penularan virus dengue. Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2015 menyatakan negara tropisberisiko terinfeksi virus dengue dengan 96 juta kasus berasal dari 128 negara tropis. Angka tersebut menjadikan negara tropis penyumbang kasus terbesar kejadian DBD. Pada 2016 lebih dari 136 kasus DBD di Thailand, 176.411 kasus terlaporkan di Filipina dan sebanyak 100.028 kasus di Malaysia. Di Asia Tenggara terjadi kematian rata-rata 1682 jiwa/tahun karena DBD. Pada peringatan ASEAN Dengue Day (ADD) tahun 2016 WHO juga melaporkan bahwa Asia Pasifik menanggung 75% dari beban dengue di dunia antara tahun 2004 dan 2010. Tahun 2019, Kepulauan Solomon melaporkan wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) terdapat lebih dari 7.000 kasus dan wabah wilayah Afrika, Burkina Faso 1.061 kasus yang dilaporkan. Hasil penelitian Fahrizal (2018) menyebutkan bahwa negara tropis memiliki tingkat curah hujan, kelembapan, suhu, dan urbanisasi yang teridentifikasi sebagai faktor risiko wabah penyakit demam berdarah. Transmisi persebaran virus dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kepadatan vektor nyamuk. Kondisi alam suatu wilayah berkontribusi terhadap angka kejadian DBD, seperti ketinggian tempat yang berkolerasi dengan kelembapan sehingga mempengaruhi kepadatan jentik vektor. Peningkatan demam berdarah juga dipengaruhi oleh perubahan iklim di daerah tropis yang diekspresikan dengan meningkatnya pemanasan suhu. Hal ini terbukti dalam penelitian Lalusu (2017) yang menyebutkan bahwa peningkatan suhu dan sinar matahari pada tiga bulan sebelumnya berkorelasi dengan peningkatan DBD pada pada bulan berikutnya.Â
Perubahan iklim memengaruhi 2 kejadian utama dalam rantai penularan. Pertama peningkatan patogenesitas vektor dan kedua memengaruhi host menjadi rentan. Faktor pertama, perubahan iklim memengaruhi perilaku dan evaporasi vektor, dan laju perkembangan patogen dalam vektor sehingga masa inkubasi ekstrinsik menjadi lebih singkat. Suhu yang meningkat membuat vektor berukuran lebih kecil sehingga pergerakannya lebih agresif. Faktor kedua, perubahan iklim membuat host harus beradaptasi dengan cepat sehingga meyebabkan turunnya daya imunitas terutama pada golongan bayi dan anak-anak. Pada suhu lingkungan semakin panas tubuh host akan sulit mempertahankan suhu tubuhnya sehingga agen dapat beradaptasi mendekati suhu host. Imunitas host yang terpapar panas tidak kompetitif dalam menghadapi agent. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya DBD antara lain rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat dan meningkatnya kepadatan populasi nyamuk penular akibat banyaknya tempat perindukan nyamuk di musim penghujan.
Berdasarkan uraian di atas, pengendalian penyakit DBD dapat dilakukan dengan upaya peningkatan kemampuan masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat serta menjaga kebersihan lingkungan. Kemampuan tersebut dapat ditingkatkan melalui aspek pengetahuan, sikap, peran aktif individu, keluarga, serta masyarakat sesuai sosial budaya setempat. Kesadaran dan kemampuan masyarakat yang meningkat dapat membantu penurunan penyakit DBD dengan memelihara dan bersikap proaktif terhadap upaya-upaya pencegahan terjadinya resiko penyakit DBD. Peran Kesehatan Masyarakat disini sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat teredukasi tentang bahayanya penyakit DBD.
KATA KUNCI: DBD, Masyarakat, Iklim, PenyakitÂ
DAFTAR PUSTAKA
Ismah, Z., Purnama, T. B., Wulandari, D. R., Sazkiah, E. R., & Ashar, Y. K.
(2021). Faktor Risiko Demam Berdarah di Negara Tropis.
ASPIRATOR-Journal of Vector-borne Disease Studies, 13(2), 147-158.R
Retang, P. A., Salmun, J. A., & Setyobudi, A. (2021). Hubungan Perilaku dengan
Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskemas
Bakunase Kota Kupang. Media Kesehatan Masyarakat, 3(1), 63-71.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H