Jika membahas mengenai sebuah kota, gambaran seperti apa yang muncul pertama kali?
Mungkin bangunan tinggi di sepanjang jalan raya, lalu lintas yang tidak pernah sepi, udara yang cenderung pengap dan panas karena asap kendaraan, serta sibuknya manusia yang berlalu-lalang demi mengejar waktu dan mencari rezeki. Tidak jarang gambaran ini pasti muncul pertama kali bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Namun, gambaran tersebut berbeda pandangan bagi mereka yang hidup di daerah perkotaan dengan kepadatan penduduk yang cenderung minim.
Menurut KBBI, kota yaitu daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. Akan tetapi secara umum, kota merupakan suatu wilayah dengan batas-batas administrasi tertentu sesuai undang-undang yang mengaturnya dengan keberagaman aktivitas masyarakat yang memiliki kepentingan dan latar belakang berbeda-beda. Kota menjadi tempat atau sarana dalam menjalankan kegiatan distribusi, perekonomian, hubungan sosial, hubungan administrasi pemerintahan, dan hubungan perdagangan dan jasa.
Pada dasarnya, kota tercipta karena kebutuhan masyarakat yang terus bertambah dan kepadatan penduduk yang terus meningkat. Kebanyakan kota berawal dari sebuah desa. Masyarakat pada desa tersebut pada umumnya bekerja di bidang pertanian. Hasil pertanian akan dikirim ke pusat-pusat daerah yang menjadi pusat perekonomian. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat berakibat pada bertambahnya jumlah hasil pertanian yang akan dikirim. Hal ini berdampak pada jumlah transportasi yang digunakan. Dalam memudahkan pengiriman hasil pertanian, masyarakat akan mengusahakan jenis transportasi lain yang lebih cepat dan efisien sehingga transportasi menjadi semakin beragam. Selain itu, jalan desa yang awalnya hanya berupa jalan sempit dari tanah akan dibangun sedikit demi sedikit menjadi jalan yang lebih luas dengan bahan aspal untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli dan distribusi hasil pertanian.
Perubahan-perubahan yang terjadi setiap tahunnya menyebabkan sebuah desa perlahan membentuk pusat dari segala aktivitas, seperti perekonomian, pemerintahan, dan sosial. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan mengakibatkan pertumbuhan masyarakat yang memiliki beragam jenis pekerjaan. Sehingga terjadi pergeseran yang awalnya suatu daerah menjadikan pertanian sebagai mata penghasilan utama bergeser ke pekerjaan lain yang lebih beragam. Hal inilah yang menjadi dasar terbentuknya sebuah kota yaitu jenis masyarakatnya yang heterogen.
Pertumbuhan penduduk yang beraneka ragam jumlahnya di setiap daerah di Indonesia menjadikan sebuah kota dikelompokkan menjadi 5 jenis, yaitu:
- Megapolitan, daerah perkotaan yang memiliki jumlah penduduk > 5.000.001 jiwa. Kota ini menjadi pusat administrasi seluruh daerah di seluruh negara. Kota megapolitan biasanya menjadi ibu kota dari sebuah negara. Contoh : Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
- Metropolitan, jumlah penduduk yang mendiami kota metropolitan antara 1.000.001 sampai dengan 5.000.000 jiwa. Kota metropolitan digunakan sebagai pusat administrasi di tingkat provinsi. Contoh : Surabaya, Denpasar, Medan, dan Manado.
- Kota Besar, merupakan daerah perkotaan yang memiliki jumlah penduduk sekitar 500.001 sampai dengan 1.000.000 jiwa. Biasa disebut sebagai kota madya. Adanya kota besar sebagai penghubung antara kabupaten dengan provinsi. Contoh : Surakarta, Madiun, dan Tegal.
- Kota Sedang, berdasarkan jumlah penduduknya, kota sedang memiliki jumlah penduduk sekitar 100.001 sampai dengan 500.000. Kota sedang digunakan sebagai pusat administrasi di tingkat kecamatan. Contoh : Kabupaten Semarang.
- Kota Kecil, memiliki jumlah penduduk antara 20.000 sampai dengan 100.000. Kota kecil biasanya terdapat pada pulau-pulau kecil yang tersebar di Indonesia, seperti Morotai dan Raja Ampat.
Sejarah Berdirinya Kota Blitar
Berdasarkan jenis-jenis kota tersebut, salah satu contoh dari Kota Besar yaitu Kota Blitar. Kota Blitar menjadi salah satu kota yang ada di Jawa Timur dengan luas 32 km2. Kota ini memiliki sejarah atau asal mula terbentuknya Kota Blitar. Pada fase “kepemimpinan” Djoko Kandung, atau Adipati Ariyo Blitar III, sekitar tahun 1723 dan di bawah Kerajaan Kartasura Hadiningrat pimpinan Raja Amangkurat, Kemudian Blitar dikuasi oleh Belanda karena penyerahan kekuasaan dari Raja Amangkurat sebagai bentuk hadiah karena telah membantu dalam perang saudara dan perang dengan Ariyo Blitar III. Penjajahan di Blitar berlangsung dalam suasana serba menyedihkan karena memakan banyak korban, baik nyawa maupun harta dan akhirnya rakyat Blitar bersatu dan bahu-membahu melakukan berbagai bentuk perlawanan kepada Belanda. Untuk meredam perlawanan rakyat Blitar, pada tahun 1906 pemerintahan kolonial Belanda mengeluarkan sebuah Staatsblad van Nederlandche Indie Tahun 1906 Nomor 150 tanggal 1 April 1906, yang isinya adalah menetapkan pembentukan Gemeente Blitar. Kekuatan pendorong dibalik pembentukan Gemeente Blitar kemudian dikukuhkan dengan hari lahir Kota Blitar. Di tahun yang sama, beberapa kota lain di Indonesia terbentuk, antara lain Batavia, Buitenzorg, Bandoeng, Cheribon, Magelang Semarang, Madioen, Blitar, Malang, Surabaha dan Pasoeroen. Pada tahun 1928 kota Blitar didirikan di Stb. Pada tahun 1928, Gemeente Blitar nomor 497 dipulihkan dan tahun 1930, Kota Blitar sudah memiliki simbol daerahnya sendiri. Pada tahun 1942, tentara Jepang berhasil merebut kota Blitar, istilah Gementi Blitar diubah menjadi kota Blitar, dan Shirai Osamu diperkuat sebagai produk hukum. Saat penjajah Jepang datang dengan memperkenalkan diri sebagai saudara tua, masyarakat Blitar tidak terkecoh akan hal itu. Bukti yang paling hebat, adalah pemberontakan PETA Blitar, yang dipimpin Soedancho Suprijadi. Pemberontakan yang terjadi pada tanggal 14 Februari 1945 merupakan perlawanan yang paling dahsyat atas kependudukan Jepang di Indonesia yang dipicu dari rasa empati serta kepedulian para tentara PETA atas siksaan –baik lahir maupun batin yang dialami rakyat Indonesia oleh penjajah Jepang. Konon kabarnya, menurut Cindy Adams di dalam otobiografi Bung Karno, pada tanggal 14 Februari 1945 itu pula, Soeprijadi dan kawan-kawan sebelum melakukan pemberontakan, sempat berdiskusi tentang rencana pemberontakan ini dengan Ir. Soekarno yang ketika itu tengah berkunjung ke Ndalem Gebang. Namun, Soekarno ketika itu tidak memberikan dukungan secara nyata karena Soekarno beranggapan lebih penting untuk mempertahankan eksistensi pasukan PETA sebagai salah satu komponen penting perjuangan memperebutkan kemerdekaan. Di luar pemberontakan yang fenomenal itu, untuk kali pertamanya di bumi pertiwi ini Sang Saka Merah Putih berkibar. Partohardjono menjadi salah seorang anggota pasukan Suprijadi yang mengibarkan Sang Merah Putih di tiang bendera yang berada di seberang asrama PETA. Kini tiang bendera itu berada di dalam kompleks TMP Raden Widjaya, yang dikenal pula sebagai Monumen Potlot. Meskipun pemberontakan PETA dirasa tidak efektif karena banyaknya anggota PETA yang tertangkap, tetapi mampu membuka mata dunia bahwa pemberontakan tersebut merupakan satu-satunya pemberontakan yang dilakukan oleh tantara didikan Jepang. Beberapa saat setelah pemberontakan PETA Blitar, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno – Hata memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Rakyat Kota Blitar menyambutnya dengan gembira. Inilah yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Blitar, karena ini adalah perjuangan rakyat Blitar. Untuk membuktikan keabsahan keberadaan Kota Blitar di wilayah NKRI, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1945 tentang mengubah "Blitar Shi" menjadi "Kota Blitar".
Daftar Pustaka
Sejarah Kota. Diakses pada November 8, 2021, dari https://blitarkota.go.id/id/halaman/sejarah-kota
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H