Nama Universtas Islam Negeri (UIN) kembali menjadi buah bibir. Ironinya, perguruan tinggi negeri yang dulu bernama ADIA ini justru kian tersohor dengan kontroversinya. Seperti yang baru-baru ini menimpa UIN Sunan Ampel, Surabaya. Spanduk bertuliskan “Tuhan Membusuk” sukses menyita perhatian publik. Tak ayal, Opini publik pun turut menghakimi.
Meski menuai kecaman, tak sedikit pakar intelektual muslim yang berupaya merekonsiliasi makna “Tuhan Membusuk”. Prof. Mulyadi, misalnya, mengatakan bahwa Tuhan yang dimaksud dalam spanduk tersebut adalah Tuhan dalam bentuk konsep, bukan Tuhan yang sebenarnya dalam bentuk entitas. Bahkan, jauh berabad-abad silam sebelum spanduk ini mencuat Nietzche pernah melontarkan hal yang lebih ekstrim, Tuhan telah mati.
Prof. Mulyadi menjelaskan, secara filosofis Tuhan memiliki dua makna, yakni ontologis dan epistimologis. Secara ontologis, Tuhan merupakan sebuah entitas yang tidak mungkin mati atau bahkan membusuk. Sebab dialah yang menciptakan alam semesta berikut produk-produk di dalamnya. Adapun secara epistimologis, makna Tuhan selalu mengalami perubahan dan perkembangan, pemahaman Tuhan secara epistimologis tentunya bisa jadi benar bisa jadi keliru.
Tuhan dapat dikatakan telah membusuk atau bahkan mati jika asma Tuhan sudah tidak lagi eksis dalam hati kita. Saat kita acap kali mengabaikan segenap perintah dan larangannya, maka bisa jadi Tuhan telah kita anggap mati. Mungkin makna inilah yang ingin disampaikan oleh mahasiswa Filsafat UIN Surabaya. Kendati demikian, tulisan-tulisan yang cenderung bersifat kontroversial ada baiknya kita hindari, agar tidak menciptakan hal-hal yang kontraproduktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H