Mohon tunggu...
Cindar Bumi
Cindar Bumi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Philosopher

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rekonsiliasi Makna Tuhan Membusuk

8 September 2014   04:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:21 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Nama Universtas Islam Negeri (UIN) kembali menjadi buah bibir. Ironinya, perguruan tinggi negeri yang dulu bernama ADIA ini justru kian tersohor dengan kontroversinya. Seperti yang baru-baru ini menimpa UIN Sunan Ampel, Surabaya. Spanduk bertuliskan “Tuhan Membusuk sukses menyita perhatian publik. Tak ayal, Opini publik pun turut menghakimi.

Meski menuai kecaman, tak sedikit pakar intelektual muslim yang berupaya merekonsiliasi makna “Tuhan Membusuk. Prof. Mulyadi, misalnya, mengatakan bahwa Tuhan yang dimaksud dalam spanduk tersebut adalah Tuhan dalam bentuk konsep, bukan Tuhan yang sebenarnya dalam bentuk entitas. Bahkan, jauh berabad-abad silam sebelum spanduk ini mencuat Nietzche pernah melontarkan hal yang lebih ekstrim, Tuhan telah mati.

Prof. Mulyadi menjelaskan, secara filosofis Tuhan memiliki dua makna, yakni ontologis dan epistimologis. Secara ontologis, Tuhan merupakan sebuah entitas yang tidak mungkin mati atau bahkan membusuk. Sebab dialah yang menciptakan alam semesta berikut produk-produk di dalamnya. Adapun secara epistimologis, makna Tuhan selalu mengalami perubahan dan perkembangan, pemahaman Tuhan secara epistimologis tentunya bisa jadi benar bisa jadi keliru.

Tuhan dapat dikatakan telah membusuk atau bahkan mati jika asma Tuhan sudah tidak lagi eksis dalam hati kita. Saat kita acap kali mengabaikan segenap perintah dan larangannya, maka bisa jadi Tuhan telah kita anggap mati. Mungkin makna inilah yang ingin disampaikan oleh mahasiswa Filsafat UIN Surabaya. Kendati demikian, tulisan-tulisan yang cenderung bersifat kontroversial ada baiknya kita hindari, agar tidak menciptakan hal-hal yang kontraproduktif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun