[caption id="attachment_130223" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Saya adalah seorang dokter gigi yang berasal dari kota besar yang penuh dengan kebisingan dan hiruk pikuk. Terbiasa hidup di kota serba ada dan dipenuhi segala fasilitas dan sarana terutama jaringan listrik dan sinyal telekomunikasi yang berlimpah. Saya habiskan waktu saya di Jakarta dengan menjalani praktek di sebuah klinik dengan sarana yang cukup baik bagi seorang dokter gigi yang ingin memberikan pelayanan sesuai SOP (Standard Operational Procedure). Disamping itu saya juga mengembangkan hobi saya dengan membangun sebuah majalah yang menjadi wadah bagi para musisi khususnya musisi muda untuk mempromosikan hasil karyanya, serta membuat banyak acara musik/panggung seni di daerah Jakarta dan sekitarnya bahkan sampai ke Jawa dan Bali. Selama menjalani keseharian itu saya pun mendengar cerita dari teman-teman dan senior-senior tentang program PTT yang kebetulan sedang tidak diwajibkan. Terdorong oleh jiwa petualang yang saya miliki, akhirnya saya memutuskan untuk mendaftar sebagai Dokter Gigi PTT Pusat. Dalam pemilihan kategori dan lokasi pun saya sangat selektif, saya memilih daerah dengan kriteria Sangat Terpencil (ST) dan jangka waktu 6 bulan, dengan pertimbangan jika saya memilih tempat dengan jangka waktu 6 bulan,artinya jika saya kerasan saya dapat perpanjang, namun jika ternyata dirasa berat saya bisa pulang tanpa harus melanggar kontrak yang ada. Pengumuman telah diberitakan, dan saya diterima. Ada rasa bangga sekaligus rasa takut membayangkan seperti apa daerah yang saya akan tempati nanti. Semua persiapan dilakukan dalam waktu yang cukup singkat. Dan hari keberangkatan pun tiba. Kedua orangtua mengantar sampai bandara. Terasa berat sekali untuk berpisah, terutama ibu saya tidak berhenti meneteskan air mata melepas kepergian anak satu-satunya. Akhirnya saya tiba di kota Palu, betapa terkesimanya saya berada di sebuah kota yang masih tampak lengang dan dikepung oleh bukit-bukit besar. Seperti berada di daerah yang tidak terbayangkan sebelumnya. Kota yang terkenal panas tapi entah kenapa hari itu hujan turun cukup deras. Mungkin cuaca mencoba bersahabat dengan pendatang baru. Hari kedua di Palu di awali dengan pertemuan di Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah. Saya bertemu dengan banyak dokter dan dokter gigi dari berbagai wilayah di Indonesia. Dan pada acara itu pula diumumkan lokasi dimana kami bertugas nantinya. Ogoamas, nama daerah yang tercantum di SK yang saya terima. Saat itu hanya peta yang ingin saya lihat, betapa besar penasaran saya dimana lokasi tersebut berada. Sebagai info saya memilih Donggala karena dari peta saya melihat lokasinya tidak terlalu jauh dari pusat kota Sulawesi Tengah. Ketika pertemuan selesai saya langsung bergegas ke luar ruangan menuju pigura peta besar Sulawesi Tengah. Dengan tenang saya meraba-raba wilayah yang tidak jauh dari Palu dan Donggala hingga akhirnya saya tertegun ketika seorang staf menunjukan dimana Ogoamas berada. Saat itu juga perut saya tiba-tiba terasa mulas, membayangkan betapa jauhnya lokasi tersebut. Tiba di hari keberangkatan menuju Ogoamas. Perjalanan dimulai pukul 09.00 Wita, melewati jalur trans Sulawesi di daerah pantai Barat dengan pemandangan yang luar biasa indah. Diapit oleh laut dan gunung. Saya amat menikmati perjalanan yang amat panjang ini, sampai akhirnya tiba di lokasi pukul 16.00 Wita. Memasuki lokasi tersebut saya tidak sabar ingin memberitakan orangtua saya tentang keadaan saya, dengan semangat saya mengambil telepon genggam dan saat itu juga saya menghadapi kenyataan yang cukup menurunkan semangat bahwa tidak ada sinyal yang tersedia. Sesampainya di Puskesmas Ogoamas saya disambut dengan baik oleh seluruh staf yang ada. Saat itu juga saya mendapatkan sebuah kamar di rumah dinas yang dihuni bersama dengan staf-staf lain. Saat itu saya berniat untuk mengisi baterai telepon genggam saya yang rupanya sudah lowbat, dan saya dapatkan kenyataan lain bahwa tidak ada aliran listrik. Setelah mendapatkan penjelasan akhirnya saya tahu bahwa listrik hanya menyala sejak pukul 18.00 - 01.00 Wita, dengan giliran 2 hari menyala, satu hari mati. Saya harus berdamai dengan keadaan, itu saja tekad yang saya punya saat itu. Hari - hari pun saya lewati dengan menyenangkan.Walau dihadapi dengan "peralatan perang" sesuai profesi saya sebagai dokter gigi yang amat minimalis jauh dari kata layak. Sepertinya hanya pencabutan gigi yang bisa saya lakukan. Selebihnya hanya bisa dirujuk. Benar pendahulu saya bilang, kalau jadi dokter gigi PTT enak, bisa santai dan jalan - jalan sepuasnya. Namun saya teringat tantangan yang diberikan oleh KaBidYanKes DinKes Kabupaten Donggala ketika beliau bertanya apa yang bisa dilakukan dokter gigi di tempat ST yang sarananya serba kekurangan, dan saat itu saya menjawab dengan yakin "PROMOSI KESEHATAN", dan beliau menjawab "BUKTIKAN". Saya pun belajar bagaimana cara mengendarai kendaraan dinas yaitu sebuah motor bebek yang selama di Jakarta saya hanyalah penumpang setia bangku belakang. Dan tak disangka hanya hitungan menit saya mampu mengendarainya. Sejak itu saya jarang sekali berada ditempat, mencoba mengamati perilaku dan budaya penduduk setempat. Banyak kenyataan mengjutkan yang saya temukan, diantaranya: tingginya jumlah janda yang masih berusia remaja, banyaknya pernikahan sedarah. Saya mulai berpikir apa yang bisa saya berikan terhadap tempat ini. Sampai suatu hari saya mendapatkan undangan pernikahan dari salah seorang penduduk yang ternyata pernikahan itu dilaksanakan karena pengantin perempuannya telah hamil 5 bulan, sedangkan dia masih duduk di bangku kelas 3 SMU. Saat itu juga saya merasa tergerak untuk berbuat sesuatu. Langkah pertama yang saat itu saya lakukan adalah melakukan penyuluhan di sekolah tentang Kesehatan Reproduksi dan Kehamilan Yang Tidak Diinginkan berbekal pengetahuan yang saya dapat baik dari bangku kuliah maupun dari pelatihan yang saya amati ketika saya mengikuti kegiatan ibu saya yang kebetulan bergelut dibidang kespro, digabungkan dengan pengalaman saya menghadapi remaja-remaja yang tergabung didalam majalah saya. Pada penyuluhan tersebut saya mencoba mendobrak ketabuan mereka untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan kespro dan KTD, tentu saja dengan pendekatan secara remaja. Dari situ saya mencoba mencari tahu sejauh mana pemahaman mereka terhadap kespro itu sendiri. Sedikit demi sedikit saya mencoba menjalin hubungan yang terbuka dengan mereka. Saya menyadari keterbatasan jumlah tenaga kesehatan tidak akan dapat memenuhi kebutuhan para remaja yang cenderung membutuhkan perhatian lebih karena emosi mereka yang masih labil. Sehingga kami dari pihak Puskesmas merasa perlu dibentuk kader remaja / kader sebaya sebagai perpanjangan tangan tenaga kesehatan. Dengan harapan kesamaan usia diantara mereka akan dapat memudahkan komunikasi diantara mereka. Pembentukan kader remaja didukung dengan adanya program PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja). Berbekal modul yang disediakan oleh program tersebut saya mengadakan pertemuan rutin setiap hari Jumat sore. Pertemuan diisi dengan pemberian materi sesuai modul, diskusi, konseling, rekreasi ke tempat wisata alam, senam pagi / olahraga bersama, pembuatan MADING (Majalah Dinding), dll. Saya dibantu oleh para staf Puskesmas Ogoamas pernah mengadakan perkemahan sehat yang diadakan di halaman belakang Puskesmas Ogoamas selama 3 hari 2 malam. Pada perkemahan tersebut diadakan beragam kegiatan diantaranya pelatihan P3K, konseling remaja, lomba masak sehat, pemberian materi, pembentukan kelompok drama dengan topik-topik sesuai materi-materi yang telah disajikan sebelumnya, pentas seni, renungan malam, api unggun dengan menampilkan drama-drama tersebut, senam pagi masal, operasi semut, dll. Saya berusaha melibatkan peran aktif kader-kader remaja didalam setiap kegiatan yang ada seperti pada saat pelaksanaan posyandu, para kader remaja turut memberikan penyuluhan secara masal terhadap para peserta, tentu dibawah pengawasan tenaga kesehatan. Menjadi tim kesehatan pada kegiatan-kegiatan yang diadakan baik oleh Puskesmas maupun oleh pihak dari kecamatan. Bahkan mereka pun dilibatkan sebagai salah satu penyaji didalam acara-acara yang diadakan oleh pihak lintas sektoral. Saya berharap dengan adanya kesibukan-kesibukan yang mengisi waktu luang mereka, setidaknya menghindari mereka untuk melakukan hal-hal yang tidak semestinya dilakukan. Semua ini dilakukan bukan tanpa halangan, salah satunya faktor watak remaja yang cenderung moody sehingga tidak selamanya program berjalan lancar. Kesulitan untuk mengumpulkan mereka secara rutin inilah yang terkadang membuat program sedikit terganggu. Terlebih sarana yang ada pun kurang memadai. Gedung PKPR yang telah dipinjamkan oleh pihak desa sayangnya belum dilengkapi oleh jaringan listrik sehingga ketika malam tempat tersebut menjadi gelap gulita dan justru sering disalahgunakan oleh oknum masyarakat untuk tempat mabuk-mabukan, bahkan sudah berkali-kali kunci pintu gedung tersebut di bongkar paksa. Saya percaya program PKPR ini amat sangat dibutuhkan terutama didesa-desa Sangat Terpencil yang sangat kekurangan sarana untuk memperoleh informasi serta hiburan yang menunjang perkembangan jiwa remaja mereka yang cenderung labil dan mudah terbawa arus. Sehingga saya berharap sekali adanya dukungan yang nyata dari pemerintah demi tercapainya kehidupan yang lebih baik. Selain dari sisi remaja saya pun mencoba untuk masuk kedalam kegiatan Posyandu yang rutin diadakan setiap bulannya. Beruntung saya memiliki Kepala Puskesmas yang sangat mendukung, saya pun di percaya sebagai Koordinator Posyandu, sehingga saya dapat lebih leluasa mengawasi serta membagikan ilmu pengetahuan yang ada dengan para penduduk di wilayah kerja saya. Berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting memantau kesehatan sejak masih dalam kandungan. Mencoba menjalin kerjasama yang baik dengan dukun-dukun di masing-masing desa. Semua demi peningkatan kesehatan masyarakat. Walau terkadang medan yang berat membuat para petugas kesehatan agak sulit mencapai beberapa Posyandu yang ada sesuai waktu yang ditentukan. Tapi saya percaya semua niat baik pasti akan membawa perubahan yang baik pula. Bonus berita membahagiakan terbaru yang saya terima,ternyata program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja(PKPR)ku kini menjadi program percontohan se-Sulawesi Tengah. Artinya saya telah berhasil memberi bukti,bukan hanya teori. Semoga semua yang telah saya berikan dalam waktu yang cukup singkat dapat dilanjutkan oleh penerus saya. Memang bukan hal yang mudah. Tapi jika kita tulus melaksanakannya pasti akan terasa manfaatnya,asalkan kita mau bersabar dan konsisten. Terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H