Mohon tunggu...
Ciminoy Fadillah
Ciminoy Fadillah Mohon Tunggu... -

it's me simple

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebelah hati untuk sahabat

2 Juni 2015   11:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:23 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jujur. Aku tidak mengerti dengan persahabatan ini. Sejak dulu benih sayang yang menjelma menjadi cinta yang aku jaga sedemikian rupa untuk sahabatku akhirnya terbongkar. Aku terlalu lugu untuk mendahului percakapan dengan mengungkapkan aku sayang dia. Aku cinta dia. Aku tidak pernah bermaksud dia membalasnya. Aku hanya ingin mengungkapkan. Itu saja. Aku mengakui perasaan ini salah. Tidak seharusnya bilang cinta dan merasakan cinta pada sahabatmu sendiri. Cinta kali ini sudah salah. Rasaku pada dia berubah jadi rasa sayang yang lebih dari sayang sebagai sahabat.

Detik itu juga hatiku dihancurkan, cintaku dipatahkan. Dia menarik diri, berusaha menjauh dariku. Tawanya masih serenyah dulu. Masih semanis dulu. Percakapan kami masih berlangsung tiap hari. Tapi ada yang aku rasakan semakin hari berkurang. Candaannya. Candaannya yang mengalir dihari-hari sama sekali tidak lucu. Garing. Kering. Apa dia susah menempatkan diri didepanku? Aku merasa kesepian detik itu juga. Bagaiman tidak semua gara-gara ulahku. Jika saja ungkapan sayang yang melebihi dari sekedar cinta itu tidak aku nyatakan mungkin aku tidak kehilangan dia. Kehilangan? Hei aku bahkan tidak pernah memilikinya.

Aku tidak pernah memeluknya, bahkan menggenggam tangannya. Mendengarkan suaranya di telfon itu juga hanya sesekali. Kami hanya menghabiskan hari lewat media sosial Blackbery Messager. Tidak lebih dan tidak kurang. Persahabatan ini hanya dilevel itu-itu saja. Sekedar bercerita tentang diri masing-masing. Masalah masing-masing. Dan meminta pendapat satu sama lain. Mungkin aku yang lebih mendominan persahabatan ini. Aku yang lebih suka ajak jalan-jalan duluan. Aku yang lebih suka menelfonnya duluan. Tapi tidak pernah sensitiv dengan keadaannya. Sedangkan dia. Dia tidak pernah menelfonku, dia jarang mengajakku jalan-jalan. Karna selama ini tugasnya hanya sebatas aku mengajak dan dia selalu meng-iya-kan. Tapi saat aku butuh dia tanpa memberi tau keadaan dia selalu bertanya. “Kamu Kenapa?”

Persahabatan macam apa ini?  Apa kita benar-benar sahabat. Yang orang-orang bilang lebih baik kehilangan pacar dari sahabat. Yang katanya lebih memilih sahabat daripada pacar. Yang katanya kalau pacar itu bisa dicari tapi sahabat tidak semudah itu. Yang persahabatan itu dijunjung setinggi-tingginya dan tidak boleh pakai “rasa” didalamnya. Ini tahun kesepuluh persahabatan kita. Yang masih dilevel itu dan hanya itu-itu saja.

Apa aku salah jika suatu saat bertanya. “Siapa kamu sebenarnya?” Sungguh. Hal ini membuatku pusing dan susah untuk dicerna. Bagaimana bisa kau menyatakan kita ini sahabat jika kenyataanya hanya begini saja? Atau aku yang terlalu membuat hal ini menjadi sebuah drama? Berlebihan lebih tepatnya.

***

Dengan tersenyum dengan mudahnya aku mengatakan aku sudah tidak memiliki rasa itu kepadamu dua bulan berikutnya. Anggap tidak pernah terjadi apa-apa dengan kita dahulu. Kau mengangguk dan kita kembali pada persahabatan selevel itu lagi. Tapi selang waktu kemudian kau dekat dengan wanita awalnya aku merespon biasa saja. Sebagaimana aku disini dekat dengan lelaki dan tentunya sama denganmu disana juga dekat dengan wanita. Kita normal. Bergaul seperlunya dan pasti membutuhkan wanita dan lelaki. Wajar.

Tapi kau tau. Rasaku tidak pernah berkurang. Sayangku masih seperti dulu. Kali sedikit dibuat berbeda.  walaupun aku cemburu, walaupun tidak suka, aku tetap tersenyum dan akan selalu berkata ”iya”. Kau tau karena apa? Hanya karena aku takut kehilanganmu kedua kalinya. Sahabat aku mencintaimu. Itu Saja. Kau tidak perlu membalasnya. ^_^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun