"Tolong jual gandum itu padaku. Anakku belum makan. Aku sudah merajut kain ini, kenapa pada hari ini kau tidak mau menerimanya sebagai pengganti gandum?"
"Sudah kubilang seluruh gandum ini sudah terjual. Dasar keras kepala!"
"Kau menjualnya kepada siapa? Ayolah, anak dan istriku kelaparan. Aku akan membayar dengan seluruh barang yang ku bawa sekarang. Berikan gandumnya.."
"Rakyat jelata. Pergi kau!!"
Shhh... Seketika darah mengalir dari leher si penjual gandum.
Halo pembaca budiman, untuk kedua kalinya Penulis sedang tergila-gila dengan drama Korea The Great Queen Seon Deok. Di episode 36, masyarakat Silla sedang dilanda musim panceklik. Panen gagal dimana-mana. Â Dimana ada masalah, disitu ada Mishil.
Mishil yang cerdas menggunakan momen ini untuk menambah jumlah budak serta memperkuat intrik politik. Bagaimana caranya? Mishil beserta para anteknya dengan gerakan bawah tanah melakukan aksi penimbunan gandum. Setiap gandum terus-menerus dibeli dalam jumlah besar dengan harga yang lambat laun tentu saja semakin tinggi. Dengan kelangkaan gandum, para pemilik lahan mulai menggadaikan tanah yang dimiliki demi memenuhi asupan primer, yakni makan. Petani penyewa pun semakin meningkat. Di sinilah, Mishil dan para bangsawan yang sepemikiran dengannya mengambil alih tanah yang ada dan kemudian menjadikan para petani yang bekerja sebagai budak. Tidak hanya itu, Mishil dkk juga tetap menarik pajak yang begitu tinggi dari para petani agar lumbung kerajaan senantiasa terisi.
Peristiwa tersebut memberikan nuansa dualisme yang begitu kuat. Paragraf di atas seolah tidak memberikan ruang kepercayaan masyarakat terhadap Mishil. Namun, hal berikutnya yang dilakukan ialah memberikan gandum yang ditimbun secara cuma-cuma di musim berikutnya untuk menarik simpati rakyat, menjadikan Mishil layaknya manusia setengah dewa yang memberikan kedamaian bagi umat manusia.
Metode yang digunakan Mishil hampir sama dengan teori Franz Oppenheimer dalam Buku Ilmu Negara I Dewa Gede Atmadja yang sedang dibaca oleh Penulis. Franz menjelaskan bahwa suatu negara terbentuk karena rakyat yang memenuhi kebutuhan hidup dengan jalan ekonomi dan politik. Pemerintah, dengan jalan ekonomi memeras keringat penduduk untuk menghasilkan barang dalam hal ini Mishil dan timnya memerintahkan masyarakat untuk memiliki gandum. Dilanjut dengan jalan politik berupa Pemerintah yang merampas hasil jerih payah dari masyarakat itu sendiri, seperti Mishil yang senantiasa menarik pajak tinggi untuk memenuhi kebutuhan kerajaan.
Tapi setidaknya Mishil bisa bermain cantik, tidak muncul dalam proses penimbunan gandum maupun peningkatan pajak. Dia hanya memperlihatkan batang hidungnya ketika membagikan gandum gratis hasil timbunan.