Mohon tunggu...
Cimewew Hohoik
Cimewew Hohoik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Miyawws Lover

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Notes from Turkey: Day 8 (Wira Wiri Samsun di Negara Gerbang Timur dan Barat)

23 November 2023   23:25 Diperbarui: 24 November 2023   00:26 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jangan pernah menganggap belajar sebagai tugas, tetapi anggaplah sebagai kesempatan berharga untuk mempelajari sesuatu."

- Albert Einstein

Belajar bagi sebagian orang adalah beban, tapi bagi sebagian yang lain adalah tantangan untuk mengkaji hal yang baru. Belajar tidak hanya berbicara seputar nilai, tapi merupakan sarana untuk menggunakan ilmu agar bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk bisa belajar, oleh karenanya apabila setiap momen untuk belajar datang, jangan lupa untuk senantiasa bersyukur serta memaksimalkan kesempatan tersebut sebaik mungkin.

Hari selasa nan cukup cerah, matahari mengintip dari pinggiran gunung seolah masih malu-malu untuk menampakkan diri seutuhnya. Diawali dengan menyarap di salah satu caf-restaurant langganan kami, penulis baru mengindahkan sesuatu bahwa berita terkait Palestina dan Israel senantiasa diputar televisi kurang lebih selama dua jam tiap paginya. Hal ini tentu saja secara tidak langsung memberikan reminisensi terhadap masyarakat untuk turut membela Palestina, tidak lagi mempermasalahkan agama atau tujuan dari genosida oleh Israel, tapi ini merupakan masalah kemanusiaan.

Sit in pada hari ini bermula dengan sambutan hangat dari dekan Fakultas Ilahiyyat Ondokuz Mayis University. Kemudian, kami masuk kelas tahsin Al-Quran yang mana suara merdu lantunan ayat suci begitu terngiang di telinga. Lucunya, di kelas tersebut tidak ada satupun mahasiswa laki-laki, seluruhnya adalah para mahasiswi yang raut wajahnya sangat fokus untuk memperbaiki bacaan Kitab terakhir yang Allah turunkan kepada Nabi SAW. Selang beberapa menit kemudian, penulis dan teman-temannya masuk ke ruang kelas Theology dengan materi Plutonisme. Sangat menarik. Eksistensi Tuhan melalui ajaran turunan dari Plato dan Aristoteles ini menjadi diskusi yang menarik antar dosen dan mahasiswanya.

Selesai sit in, penulis pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat zuhur. Di Turki, memang tidak ada jamaah perempuan yang menggunakan mukenah. Penulis juga turut mengikuti kultur ini, shalat cukup dengan pakaian yang sopan dan menutup aurat. Dan juga di daerah Samsun ini, mayoritas masyarakatnya bermazhab Hanafi yang mana pelaksanaan shalat itu lebih utama di akhir waktu. Oleh karenanya, penulis pasti baru mendengar azan ketika waktu shalat itu akan selesai. Semisal waktu subuh setempat adalah pukul 05.38, maka azan baru akan berkumandang pada pukul 06.20. Mazhab Syafi'I hanya berada di wilayah sekitar Iran. 

Orang Turki juga sangat senang minum teh. Kemanapun penulis pergi, yang dihidangkan pasti teh khas Turki nan pahit-pahit sepet. Untuk menyesuaikan dengan lidah nusantara, memang harus menambahkan kurang lebih dua sampai tiga balok gula di gelas teh. Setelah ashar, penulis dan teman-temannya sempat hadir mengikuti kelas perbandingan mazhab oleh dekan Fakultas Ilahiyyat.

Sepulangnya dari Universitas, penulis tidak menggunakan bus seperti biasanya, melainkan mencoba hal baru yakni menggunakan dolmus (angkot Turki) dengan tarif ongkos 10 lyra (5.500 rupiah). Angkotnya berbeda dengan di Indonesia. Sisi luar dolmus terlihat seperti mini bus, akan tetap di bagian dalamnya terdapat tempat duduk searah dengan supir serta satu gagang pegangan bagi orang yang berdiri di dalamnya. Namun, ugal-ugalannya pak sopir angkot Indonesia dan Turki kurang lebih sama. Rem mendadak, berhenti sembarangan, dan lain sebagainya. 

Masyarakat Turki juga memiliki kultur untuk 'wajib' memberikan tempat duduk di dolmus bagi orang yang usianya lebih tua. Nah, teman penulis yang saat itu notabene membawa barang yang cukup banyak pada awalnya tidak memberikan tempat duduk kepada seorang ibu yang baru saja memasuki angkot. 

Wajah sang ibu langsung masam sembari berdialog dengan teman-temannya menggunakan bahasa Turki yang menunjuk posisi duduk teman penulis. Akhirnya walau sedikit terpaksa, rekan penulis ini pun berdiri dan memberikan tempat duduk kepada si ibu yang tak henti-hentinya masih memberikan pandangan yang tidak sedap padanya. Penulis hanya tersenyum tipis sekaligus bergumam, "budaya lokal Turki yang sangat menarik, aku suka.."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun