Kertas diujung meja itu, tidak berkutik. Ia hanya pasrah saat kesiut angin menggoyangkan salah satu ujungnya dari jendela yang terbuka sempit.
Taukah? Ia sedang setia menanti tangan bagian kanan tubuh seseorang menggoncangnya. Terserah dengan kata apa, cacian, makian, sumpah serapah, umpatan, terserah. Ia hanya menunggu dan tidak akan protes saat tubuhnya dirajah dengan berbagai kata kotor.
Kertas rapuh itu tau si dia sedang dalam suasana tidak enak hati. Semalam suara teriakan membuatnya bergidik ngeri. Sundutan rokok di atas meja membuat nya tak tega menatap wajah melas si meja kayu tempatnya bernaung. Tapi kenapa ini? sampai dua puluh empat jam lebih pemilik tangan itu tidak segera mengayunkan pena untuk menjamahnya. Ia mulai gelisah tapi tetap diam, tidak berminat pergi atau bergeser walau sejengkal meskipun angin sangat genit membelai-belai. Kertas itu masih setia menunggu, menunggu sampai waktu yang tak tentu.
Kasian, dia tak tau bagian kanan tangan seseorang yang ditunggunya sudah terpisah dari seluruh tubuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H