Akibat Berkumis Jadi Kebakaran Jenggot Dech; Menjelang Pilkada DKI Jakarta Yang Makin Panas
Lucu juga dan memang sungguh naïf para politisi pencari kekuasaan negeri ini. Untuk berkuasa apa saja bisa dilakukan. Kampanye hitam (balck campaign), money politik, sikut sana, senggol sini, dorong sana jatuh sini. Berbagai macam istilah dilakukan oleh berbagai pihak oleh para pendukung dan simpatisannya. Mereka Nampak sekali jor-joran menampillkan calonnya, pemandangan pun menjadi sangat kumuh ketika berbagai spanduk, poster ukuran besar dan kecil (stiker), flyer bertaburan tanpa jelas keuntungannya selain untuk pribadi calon dan konco-konconya, hampir semua berperan mengumuhkan jakarta.
Pagi ini, saya terinspirasi untuk menulis saat membuka kompas.com, saya sempet membaca berita dengan judul “Konflik "Berkumis" Harus Selesai Sebelum Kampanye”. Kita tahulah kelompok mana yang berkumis itu, karena sepengetahuan saya cuma ada satu diantara para balon yang berkumis. Kalau yang berjengot tipis ada juga, kita tahu juga dia dari partai mana, he…he..he…, namun saran saya sih balon yang berjengot tipis itu dipotong aja ya pak, biar lebih kelihatan rapih tidak kumuh, ha….ha…ha…, maaf lho pak, juga para simpatisannya jangan di gugat saya ya? Sekedar usul, coba dech bandingkan sebelum dipotong dan setelah dipotong pasti lebih keren setelah dipotong.
Seperti saya kemukakan di awal, politik adalah kekuasaan, untuk berkuasa apapun dilakukan. Saying sekali bukan? Jadinya adalah fenomena Indonesia sekarang ini. Rakyat di adu domba karena konflik pra dan pasca politk pilkada hampir terjadi dimana-mana. Kekalahan dicarikan alasannya agar bisa menggunggat. Kemenangan menjadi tujuan, maka banyak para incumbent menjadikan kekuasaannya sebagai alat pelanggeng untuk yang berikutnya. Network kekuasaannya dari jajaran PNS sampai kelurahan dijadikan jaringan untuk mendulang suara. Namun ada yang berhasil dan sukses, tidak sedikit pula yang gagal.
Konflik istilah berkumis yang mengakibatkan kebakaran jenggot, hendaknya menjadi pelajaran buat para politisi. Untuk yang membuat ungkapan itu ya harus bersikap jantanlah jika memang untuk menyudutkan satu pihak segera meminta maaf. Sedang untuk yang kebakaran jenggot karena istilah berkumis, hendaknya menjadi bagian utuk introspeksi diri dan tidak menempuh jalan emosi.
Ingat para politisi, rakyat Jakarta sudah cerdas, maka cerdas pulalah kalian dalam berpolitik. dengan Jangan jadikan politik sebagai kendaraan untuk mencapai kekuasaan, sebab kalau ini tujuannya yakinlah, siapapun kandidatnya, dia tidak akan terpilih. Ingat pula wahai rakyat Jakarta, jadilah pemilih yang cerdas. Lakukan kontrak politik kepada para calon secara besar-besaran, bukan sekedar memilih agar mereka para calon mau berfikir dan tidak main-main, agar problematika Jakarta yang sangat kompleks bisa teratasi. Salam damai untuk rakyat Jakarta damai, aman, sehat dan sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H