UN Online, Makhluk Apalagi Itu?
Pagi ini membaca berita disurat kabar nasional Warta Kota halaman sembilan, tentang “Botabek Tak Siap UN Online dan UN Online Tekan Kecurangan”. Saya hanya tertawa nyinyir saja, jika kebijakan ini sampai di reaslisasikan, kekacauan akan terjadi dimana-mana, dan kemungkinan gagalnya 100%. Bagaimana tidak yang “off line” atau manual aja kacau kemana kemari apa lagi online. Bukan meragukan kemampuan, tapi apakah sudah terpikirkan segala macam infrastrukturnya dan telah dikaji berbagai macam kendala dan permasalahan yang pasti akan ditimbulkan dari kebijakan itu?
Kegelisahan para pembuat kebijakan beranggapan pelaksanaan UN yang kacau selama periode pelaksaannya beberapa tahun yang lalu. Karena faktor siswanya. Namun mereka tidak menyadari bahwa kekacauan dan kecurangan yang beliau-beliau anggap itu merupakan efek, dampak atau akibat dari kebijakan yang salah, yaitu dengan menetapkan nilai UN sebagai satu-satunya standard kelulusan siswa. Standar yang begitu membebani, bukan hanya siswa dan ortunya, bahkan hampir seluruh pemimpin daerah dibuat pusing adanya, dan kecuranganpun berlangsung secara massif, bisa dari sekolah itu sendiri, penyelenggara bimbingan belajar bahkan bukan tidak mungkin kecurangan ini juga melibatkan para pejabat terkait? Alasannya? Mau ditaruh dimana muka mereka jika di wilayah kepemimpinannya siswa-siswinya tidak lulus 100%. Bagi lembaga bimbingan belajar kelulusan 100% siswa bimbingannya akan menjadi iklan menarik buat para orang tua memasukan anaknya pada lembaga tersebut.
Maka dari itu, sebagai pendidik merasa sangat prihatin jika UN dijadikan satu-satunya standar kelulusan siswa pada saat itu, karena kini setelah mentri baru hadir kabarnya standar itu sudah tidak berlaku. Namun UN sangat pas jika dijadikan standar Kesuksesan atau kegagalan bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sebagai bahan evaluasi. Bukankah sudah banyak guru yang disertifikasi? Dan bukankah sertifikasi menunjukan bahwa guru tersebut layak mengajar?
Menurut saya, UN online bukanlah solusi tepat saat ini. Pelaksanaan UN secara manual dengan tidak dijadikannya Nilai UN menjadi satu-satunya standar kelulusan, masih layak dan sangat layak dilaksanakan, serahkan masalah kelulusan itu pada sekolah yang bersangkutan, tentu seharusnya dengan disertai pengawasan serta diaudit secara benar oleh dinas setempat dalam prosesnya.
Kalaupun UN online itu akan dilaksanakan, tentu segala macam kemungkinan yang akan terjadi sudah dipikirkan matang-matang. Karena ini berkait dengan teknologi dan pemanfaatannya, kalaupun untuk diuji coba, lakukanlah pada sekolah-sekolah yang secara infrastukturnya atau fasilitas penunjangnya telah memenuhi syarat. Dan yang terpenting, jangan dijadikan sebagai satu-satunya standar kelulusan siswa, karena itulah akar dari kekisruhan dan gonjang-ganjing dunia pendidikan di negeri ini. Salam perubahan pendidikan untuk generasi Indonesia yang lebih baik. Wallaahu a’lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H