[caption id="attachment_327555" align="aligncenter" width="624" caption="Banyak kawasan dikotori oleh gambar diri para calon anggota legislatif, seperti yang terlihat di Jalan Bonjol, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (5/2) | Ilustrasi/ Admin (Kompas.com)"][/caption]
Sepanjang jalan Gejayan hingga jalan Kusuma negara, Yogyakarta, banyak terdapat bendera kampanye yang kini marak dikibarkan di setiap jalan. Selain bendera, spanduk bertuliskan nama caleg pun juga banyak tersebar di mana-mana, tiang listrik, tembok dan jembatan kecil sebagai sarana jalan pintas pun tak elak di tempeli oleh visual-visual nama caleg.
Memang sebentar lagi pemeilihan legislatif akan dimulai, pengenalan nama caleg dari masing-masing partai juga gencar dilaksanakan. Melihat banyaknya spanduk, baliho dan bendera, kadang membuat pandangan mata apalagi di pagi hari saat akan berangkat bekerja atau kekampus, awalnya melihat banyak pemandangan bendera dan nama caleg dimana-mana sangat risih, tempat-tempat dimana seharusnya jadi pemandangan untuk mencuci mata sejenak melihat hamparan pengendara kendaraan saat di lampu merah, mendadak berubah menjadi pengalihan pandangan pada bendera, baliho serta spanduk nama caleg dimana-mana. Walaupun lama-lama terbiasa tetap saja risih, toh belum tentu mereka yang melihat nama-nama caleg tersebut kenal atau paling tidak sekedar tau saja belum tentu. Yang ada cuek bebek saat melihat karena mulai terbiasa dengan banyaknya spanduk kampanye dimana-mana.
Slogan kata "wonge dewe" yang dipakai oleh beberapa caleg dalam spanduknya, iya kalo orang yang membaca pribumi jogja asli atau sudah lama di jogja bolehlah dianggap tau, namun bagi pendatang apa dengan slogan "wonge dewe" bakal membuat tertarik dan berminat memilihnya? belum tentu.
Saat kelak pemilihan terjadi, dengan adanya banyak nama tertera, biasanya hanya akan asal nyoblos. Bilangnya" pake feeling aja", beda halnya dengan kita mencoba mencari tahu terlebih dahulu siapa dan bagaimana track record nama-nama caleg yang akan maju. Walaupun telah mencari kadang juga tak menemukan hal greget untuk memilihnya.
Banyak yang menganggap pesta demokrasi biasa saja, tak penting. Ada juga beberapa anak muda yang menyatakan malas mebahas mengenai pemilu yang sebentar lagi akan digelar bulan April mendatang. Ada juga yang menyatakan tak tahu apa-apa mengenai nama-nama caleg terkini. Sepertinya berita pesawat hilang serta pembunuhan remaja karena kisah cinta jauh lebih menarik dibahas.
Beda halnya dengan pengemasan yang menarik dalam media, khususnya televisi. Akhir-akhir ini banyak media menyiarkan acara berbau politik, ada juga acara talk show yang mengemas mengenai pencaleg-kan dengan cara mengungkap sisi unik baik dari ritual yang dijalankan caleg sebelum maju pemilihan, asal muasal caleg atau berbicara mengenai pengetahuannya tentang perwakilan rakyat.
Dari pengemasan acara yang unik itu justru secara tidak langsung akan mempertontonkan kepiyawaian, kecerdasan, kekritisan, serta bisa jadi kebodohan caleg saat menangani masalah yang diwakilkan lewat pertanyaan. Saat ada acara talk show yang mengangkat tentang politik apalagi yang berbau kampanye saat ini, ada baiknya ditonton agar pengetahuan tentang caleg jadi semakin bertambah, malah media memudahkan kita untuk mengenal siapa caleg-caleg yang akan maju dalam pemilihan besok. Daripada kita hanya melihat spanduk yang bertuliskan nama yang meminta kita mencoblosnya tanpa tau siapa orang tersebut.
Setidaknya bila media bisa imbang dalam pemberitaan kampanye dan tidak memihak, justru akan banyak diminati anak muda. Pengurangan sampah visual seharusnya dilakukan, agar tak jenuh mata memandang hal yang sama setiap kali pesta demokrasi menjelang. Benderanya juga kadang tak tanggung-tanggung pernah suatu ketika saya mengendarai kendaraan sepeda motor melewati jembatan kecil di daerah selokan mataran, jembatan yang hanya muat untuk dua motor saja tak bisa dilalui oleh mobil, sepanjang jembatan dipasang bendera partai berwarna biru, saat melintasi jembatan yang ada si bendera dengan ukuran lebih dari kata sedang berkibar mengibas muka yang lewat jembatan tersebut, risih rasahnya bila lewat jembatan tersebut. Namun tidak lebih dari tiga hari bendera tersebut telah dicopot oleh masyarakat setempat dengan alasan "menuh-menuhin jalan".
Yah semoga, kedepannya, sampah visual kampanye bisa diminalisir kembali agar tak menjadi sekedar tontonan biasa oleh orang yang melihat tapi menjadi daya tarik tersendiri saat kita melihatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H