Sejak tahun 2013 hingga 2014 awal telah kita dapati banyak bencana datang silih berganti di Indonesia, hampir seluruh stasiun televisi menyiarkan hal yang sama mengenai bencana banjir bandang yang menerpa beberapa wilayah di Indonesia. Dari Jakarta, beberapa daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur bahkan hingga Manado. Selain banjir, gempa bumi kadang juga menghiasi berita layar kaca televisi. Dan pada awal 2014 3-4 Januari, Gunung Sinabung di Karo Sumatera Utara meletus dan menewaskan 14 orang. Sejak 2010 sendiri Gunung Sinabung sebenarnya telah meletus beberapa kali, disusul tahun 2013 dan puncaknya 2014. Pada akhir Januari Sinabung baru dinyatakan stabil.
Beralih dari Sinabung, pada tanggal 13 Februari 2014 di Kediri Jawa Timur Gunung Kelud meletus. Suara ledakannya dilaporkan Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG) hingga Solo, Yogyakarta bahkan Purbalingga (Jawa Tengah). Dari dampak letusan tersebut, abu vulkanik menyebar kebeberapa daerah. Dan Yogyakarta yang jaraknya 200 meter dari Gunung Kelud mendapat imbas abu vulkanik. Hampir seluruh wilayah Yogyakarta terselimuti oleh debu setebal 2cm. Tidak hanya wilayah Yogyakarta yang terkena dampak abu vulkanik, bahkan hingga jawa barat terkena imbas abu vulkanik Kelud.
Kejadian abu vulkanik Kelud yang melanda wilayah Yogyakarta, dianggap lebih parah dari letusan Merapi tahun 2010. Banyak warga yang mengeluh dengan adanya abu vulkanik yang beterbangan dimana-mana, dan menghambat aktivitas mereka. Jarak pandang tak lebih dari 5 meter. Udara bersih nyaris tidak ada saat itu, semua diselimuti oleh abu vulkanik.abu vulkanik mengandung silica yang dapat menggores retina dan paru-paru, maka masker adalah barang wajib dikenakan saat situati seperti itu, sebab pernafasan akan terganggu bila kita menghirup udara yang tercemar abu vulkanik, serta disarankan memakai kacamata untuk menghindari iritasi pada mata. Kulit yang terkena abu vulkanik juga bisa terjangkit gatal-gatal atau merah-merah pada kulit. Untuk mengantisipasi warga sekitar bila keluar rumah menggunakan kendaraan roda dua untuk melindungi badan agar tidak terlalu kotor banyak yang menggunakan jas hujan.
Jalan-jalan menjadi licin, debu bertebaran dimana-mana, jarak pandang minim, membuat banyak orang mengeluh. Padahal bila kita bisa menyikapi bencana yang saat ini ditimpahkan pada kita, tentu akan lain komentar yang keluar dari mulut kita. Mungkin bukan keluhan atau kata-kata sumpah serapah melainkan puji syukur karena Tuhan masih mau menyapa kita dan memperbaiki alam ini. Dengan adanya letusan gunung, memang itu sebuah bencana bagi warga sekitarnya, namun bila kita bisa menyikapinya dan mau belajar mengenal alam, harusnya dari awal kita sudah faham segala sesuatu pasti ada resikonya. Dan tinggal di Indonesia yang dikelilingi gunung berapi atau disebut cincin api memang bukan bencana yang langka bila gunung meletus, disini kita disuruh belajar dan mengambil hikmah. Saat ini korban tewas jelas pasti ada disetiap letusan gunung walau sedikit, namun pasti bisa diminimalisir dengan adanya penanaman alat pemantau disetiap gunung berapi, semua warga juga mau diajak kerja sama saat ada himbauan untuk mengungsi tidak hanya memberatkan harta benda.
Kembali pada abu vulkanik, abu vulkanik jelas membahayakan bagi siapa saja yang menghirupnya apalagi dalam jumlah banyak. Namun disisi bahaynya abu vulkanik ada juga sisi positifnya untuk manusia. Mengapa disetiap lereng gunung pasti tanahya subur? Itu disebabkan Abu vulanik sendiri dikenal mengandung unsur-unsur hara yang tinggi, yang membuat tanah menjadi jauh lebih subur dari sebelumnya, selain dapat membuat subur tanah berabu vulkanik juga sangat bagus untuk mengusir hama ulat atau serangga pada tanaman, manfaat lain dari material gunung berapi adalah jelas saat letusan pasti akan mengeluarkan bebatuan dan pasir. Dan itu pasti dapat dimanfaatkan bagi para penduduk sekitar untuk dimanfaatkan, tanpa pemilik dan dapat diambil sesuai kebutuhan kita. Dibalik setiap bencana yakinlah ada hikmah. Karena Tuhan memberi apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H