Siang ini saya ada janji untuk bertemu salah seorang teman yang juga merupakan budak kapitalis. Seorang kawan yang mungkin jumlah bertemunya masih dapat dihitung dengan jari. Namun, saya sering membaca tulisan-tulisannya kabar terakhir yang saya dapat adalah bahwa dia resign dan memutuskan untuk ikut Indonesia Mengajar.
Pertanyaan pertama yang keluar ketika bertemu hari ini adalah “Udah yakin?”
Mengingat akan hidup di desa, di kampuang jauh di mato. Antara yakin dan tidak, kadang masih mikir mantep gak ya, tapi mundur udah gak mungkin, begitulah jawaban teman saya.
Bisa dikatakan kami sama-sama budak kapitalis dari perusahaan korporat. Berharap kelak dapat membeli barang-barang yang mewah, liburan ke tempat-tempat yang di anggap eksotis, makan di tempat yang enak. Yah… Begitulah harapan kebanyakkan orang. Semua yang serba enak dan nyaman.
Tapi ingat kawan, TIDAK ADA MAKAN SIANG YANG GRATIS…
Bila ingin memiliki penghasilan yang sampai 2 digit, kerja pun harus pontang panting. Salah seorang teman pernah berkata, “Temenku yang jadi auditor, pajak pengghasilannya sampe itungan juta”. Can you imagine how much their salary? Tapi kerja sampai subuh dan paginya harus standby di kantor lagi. Menyadarkan saya akan satu hal, ternyata ada yang lebih kapitalis.
Pilihlah dengan hati, menu makan siang gratis mu…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H