"Sudah bangun Dru?"
"Hai..masih di situ kamu?"
Semalam aku sempat meminta untuk tidak bangun. Karena menurutku percuma aku membuka mata jika tujuan aku hidup saja sudah tidak ada.
Rasanya sakit sekali saat aku harus membayangkan aku dilepaskan, dibuang tanpa jejak.
Bukan salahnya. Memang nasibku saja.
Kutegakkan badanku sedikit.
Tidak ada yang aku cari. Aku bingung.
Mencoba mengingat, barangkali masih tersisa sedikit saja hal yang bisa membuatku segera bangun lalu berlari dengan kencang kemudian satu pelukan kuat menahanku untuk jauh melangkah karena tujuanku sudah sampai.
Aku ikut sakit. Jika Dru pun sakit.
Nanar matanya, tak sanggup untuk aku tampun dan berbalas senyum.
Cinta yang luar biasa dalam telah utuh Dru berikan.
Dru yang sempat merasa hidup kembali ternyata jauh lebih terpuruk saat yang diharapkan tau kunjung datang.
Aku akui, Dru emosional. Sedikit saja tergores Dru akan membludak.
Aku tak bisa halangi. Aku paham betul kepala dan hati Dru sangat berantakan.
Dru sempat sembuh. Dan aku sungguh berbahagia.
Matahari pagi seolah sepakat denganku. Sinar mata Dru bahkan lebih bersinar daripada punyanya.
Sayup nyanyian Dru saat menyentuh embun pagi, begitu mengisi aliran darah Dru yang kemudian menjadi energi hebat.
Rumput yang hampir mati tegak kembali ketika jemari Dru menyentuh dengan segenap cintanya.
Kamu hidup kembali Dru. Aku lega.
Aku tahu tugasku akan selesai karena ada manusia yang tepat yang akan menjagamu dengan sangat baik.
Tapi tadi malam, hatiku tersayat.
Kelopak mata Dru. Suara tercekat yang Dru bungkam dan pelukan untuknya sendiri yang tak kuasa untuk dilepaskan.
Kamu tersakiti dengan sangat Dru.
"Aku bisa ya! Aku bisa kan sendiri ya!"