Entah aku yang kurang peka. Atau memang aku adalah anak yang tidak tahu diri. Bisa-bisanya tidak paham atas perlakuan Ibuk dan Bapak yang di luar kebiasaan. Hari ini adalah perjalanan sesungguhnya dari Dru dimulai.
Hari Senin yang sangat membagongkan. Seharusnya tepat jam Sembilan pagi sudah sampai di kantor.
Turun di Stasiun Bekasi. Kereta sudah sangat padat penumpang. Bahkan hingga putaran ke tiga saja aku masih tidak bisa masuk atau setidaknya memaksakan masuk ke dalam kereta menuju Jakarta.
Kalau saja tahu akan seperti ini lebih baik aku berhenti sampai Gambir.
"Kok bisa selama itu sih Dru?"
"Iya aku juga kaget.Tidak biasanya aku sampai seterlambat ini. Jam tujuh biasanya sudah sampai di Stasiun Bekasi, dan biasanya langsung dapat kereta Jakarta. Tadi penuh luar biasa. Aku susah bergerak. Bahkan yang ada orang lari-lari ditambah dengan adanya copet menuju kereta. Akhirnya aku mundur daripada badan mungilku terinjak"
"Memangnya kamu semut bisa terinjak"
"Aku dicariin tadi?"
"Sama siapa?"
"Iya barangkali. Atau sebetulnya aku tidak masuk juga tidak ada dampak apa-apa ya?"
"Ada dong, gajimu pasti dipotong"
"Dih larinya ke gaji"
Sebetulnya aku tidak ada semangat di pagi ini. Bahkan Bram pun tidak dapat jadi alasan untuk aku berlama-lama dan betah di kantor.
Entah aku sudah bosan dengan Bram atau aku sudah tidak ada rasa sama sekali atau memang sebetulnya yang aku butuhkan adalah sendiri.
Perjalananku yang begitu menyenangkan saat masih Bersama Ibuk dan Bapak rasanya tidak ada lawannya. Tidak ada moment yang mengesankan dan membuatku nyaman selain Bersama Ibuk dan Bapak.
Tertawaku bukan pertanda aku Bahagia. Namun jika orang harus mengasihani aku karena kehidupanku, lebih baik orang iri dengan kebahagianku. Meratapi kesedihan dan kesepian di kamar adalah obat paling mujarab untuk aku menenangkan hati. So, publish hal-hal yang indah adalah salah satu caraku menutupi semua sedih dan gundahku.
Jika seantero jagat raya mengenal Dru sebagai pribadi yang paling menyenangkan, maka Dru telah berhasil menjadi pemeran utama kehidupan sesi dua.
"Aku izin boleh?"
"Baru sampai sudah minta izin?"
"Maka aku bertanya, boleh?"
"Tidak!"
Bram memindahkan laptopnya ke ruangan sebelah. It's oke. Memang mauku tidak melihatmu Bram. Tidak alasan untuk benci Bram. Tidak pula ada ruang untuk aku memikirkan Bram. Bahkan keinginan yang menggebu perihal hubunganku dengan Bram rasanya jadi kebas.
Aku tak peduli dengan apapun saat ini.
Aku tak peduli dengan nyanyian manusia-manusia tidak penting.
Telingaku sudah sangat terbiasa untuk tidak ada di garda terdepan tentang menjadi ratu.