"Kenapa kau paksa aku berkemas?"
Kalut, seketika pikiranku berantakan. Aku kira Bram bersungguh-sungguh denganku, rupanya aku salah dengan pikiranku sendiri.
Aku malu dengan barisan kata yang kutulis, cintaku pada Bram telah kutuangkan semua. Pengharapan tak pernah aku redakan.
Menarik nafas yang panjang, merenung tak berujung.
Kuseruput segelas coklat panas, kutatap dengan segenap rasa.
"Salahku di mana lagi?"
Percuma coklat ini kuajak bicara, kamu tak sehebat kopi. Kamu tak mampu menelusuri relung hatiku. Kamu tak mampu membaca keinginanku saat ini.
Kutinggalkan dia di meja. Rugi berlama-lama cerita bersama dia.
Kubasuh wajahku, sedikit diberi perona agar tidak terlalu kelihatan jika aku sedang bersedih.
Pantai ini terlalu panjang untuk aku telusuri, setidaknya cukup untuk aku menyaru tangis.
Berlari mendekati bibir pantai, tertawa terbahak-bahak, kubiarkan suara sumbang terselip di dalamnya, tangis ku biarkan bersatu dengan air laut.