Nyawa mereka direnggut saat mereka berdua habiskan malam takbiran di ujung kampung.  Saat itu hujan deras, opah yang terjebak hujan di pos ronda memanggil omah lewat telpon untuk segera bawakan payung ke pos ronda.Â
Di tengah perjalanan terjadi banjir bandang. Opah sudah melihat omah membawakan payungnya, kurang lebih 3 meter menuju tempat opah berteduh banjir bandang meneggelamkan omah.Â
Opah kaget bukan main, dia berlari untuk menarik omah, namun naas kaki opah tersangkut pada kawat yang opah buat untuk menangkap tikus di rumah yang baru saja dia buat bersama teman-temannya. Omah hanyut dan opah tenggelam Bersama kawat berduri untuk tikus di rumah.
Semenjak ditinggalkan opah dan omah, kami hanya berdua di rumah.Â
"Seandainya opah dan omah sudah tidak ada dari kita menikah, mungkin sekarang aku masih sama kamu." Bapak berseloroh.
"Jangan kamu kira aku tergiur perkataanmu, kau bohong atas alasanmu. Sudahlah kau akui saja bahwa Hana telah membuatmu buta."
Perceraian Pak Sigit dan Bu Tina tidak saja menghancurkan hati Bu Tina, tapi juga hati Shinta. Orangtua Rudi keberatan bila anaknya menikah dengan Shinta.
"Rud, biasanya kalau orangtua bercerai nanti anaknya pernikahannya tidak langgeng"
"Itu kan mitos bu. Ibu tahu sendiri alasan Bu Tina bercerai bukan?"
"Justru itu, ibu tahu bahwa Pak Sigit menikah lagi dan Bu Tina seperti orang gila sekarang. Yang kaya itu Opah dan Omahnya, bukan Bu Tina. Nanti kalau kamu menikah dengan Shinta, uangmu akan habis oleh mereka. Ibu sudah tidak akan kamu bagi lagi."
"Ya Allah bu, kok ibu punya pikiran begitu."
"Terserah, pokonya ibu tidak setuju. Besok Bukde akan ke sini. Kau ingat Bukde Tika saudara jauh bapakmu?. Dia itu punya anaknya nama Meta, baru lulus s2 di Australia dan sekarang bekerja di sana. Coba kamu bayangin, bangganya ibu punya menantu lulusan luar negeri."
Rudi bingung, bagaimana cara memberitahu Shinta. Sementara shinta sudah dia lumat habis keperawanannya.Â