Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

"Ceuk Aing Oge Hurung"

12 Agustus 2018   16:17 Diperbarui: 12 Agustus 2018   16:54 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini kisah mengenai Aki Atma yang sejujurnya sudah hampir terlupakan. Namun entah angin apa yang membawa, saat sedang makan siang, tema-tema kebakaran menjadi tema hit dan hot siang itu.

Kejadian ini terjadi tahun 1998 atau 1999, benar-benar sulit untuk mengingat kejadian persisnya, namun yang pasti hari itu menjadi hari yang menegangkan yang terjadi di kawasan tempat tinggalku.

Kurang lebih 20 tahun yang lalu, bahkan di google pun sepertinya tidak ada yang membahas atau bahkan karena tidak masuk ke ranah hukum, sehingga luput dari berita televisi atau media cetak, entahlah. 

Waktu itu saya cepat-cepat pulang karena di sekolah sudah ramai orang bercerita bahwa ada bensin bocor mengalir ke sungai aliran Pasar Kordon. Entah bersumber dari Truk bensin atau dari SPBG Gede Bage, aku benar-benar tak paham. Yang pasti jalanan macet berat karena orang berbondong-bondong untuk menadah bensin yang mengalir di aliran sungai tersebut.

Aku tergesa-gesa untuk pulang, karena memang pada dasarnya aku tipe orang panik  bila ada kejadian menegangkan terjadi, inginnya cepat sampai rumah dan berkumpul dengan keluarga. Saat itu juga belum punya yang namanya handphone, jadi agak sulit untuk menghubungi orang rumah selain mencari wartel dan menanyakan kabar tersebut.

Sambil sedikit berlari, mencari angkot agak susah saat itu, ya karena itu tadi, sepanjang jalan tempat aliran sungai pasar kordon sangat padat sehingga angkot pun sulit untuk ditemui. Kuputuskan tambah kecepatan berlariku berharap di depan sana ada angkot yang mungkin melawan arus sedikit. dan ternnyata ADA.

Cepat-cepat aku menuju rumahku, aku kaget karena orang-orang ramai mengeluarkan seisi rumah, orang hilir mudik dengan ketegangan di muka masing-masing. Aku ambil kesimpulan, tetanggaku takut hal buruk terjadi, karena memang aliran sungai yang sudah bercampur dengan bensin       tersebut membelah kampung tempat tinggalku.

Bau bensin sudah sangat menyengat namun tak ada petugas seorangpun yang muncul seingat aku. Hanya orang-orang yang hilir mudik keluar masuk rumah menyelamatkan barang pribadinya, namun diujung sana tetap sibuk juga orang-orang yang memisahkan bensin dari air sungai. Memang saat itu air sungai masih bening, tidak seperti sekarang. 

Ayah berkata, tak usah panik, nanti kan ada habisnya ini bensin. Mengalir terus ke Citarum terganti dengan air sungai yang lain. Mendengar itu aku agak tenang, aku tidak panik dan aku beraktivitas seperti biasa.

Kira-kira ashar atau sekitar pukul 3-4 sore, diluar sangat ribut, ada teriak, ada nangis bahkan entah suara apalagi aku bingung. Aku jadi panik kembali, memastikan keluar dan ternyata, Astagfirullah. KEBAKARAN.

Aku panik, ayah malah ikut panik. Saat itu kebetulan hanya dirumahku yang ada pesawat telpon, seketika aku langsung hubungi pemadam kebakaran. Namun lucunya, telponku diabaikan, jawabnya kurang lebih seperti ini. 

Petugas :"Siapa orang tua yang bertanggung jawab disitu de?"

Aku : "Maksudnya bagaimana ya pa, orang pada panik disini, saya inisiatif karena takut sekali, api sangat besar"

Petugas :": Ade yakin, itu kebakaran sangat besar, coba dipastikan kembali"

Aku:"Benar pa, orangtua saya diluar, saya tidak tahu ada di sebelah mana"

Petugas : "Nanti akan saya cek ya , de"

Aku tutup telpon, sambil berpikir, ini sih aku tidak meyakinkan dalam melapor.

Kurang lebih 15 menit, tetanggaku semakin panik, apalagi yang tempat tinggalnya ada tepat di bibir sungai. Namun petugas kebakaran masih belum muncul juga.

Aku sampaikan sama orangtuaku, aku sudah coba telpon pemadam kebakaran namun sepertinya mereka tidak percaya.

Akhirnya ayah ambil alih, telpon kembali pemadam kebakaran, dengan nada agak sedikit kasar, sambungan berhasil.

Tak butuh waktu lama, diseberang sana menjawab "Baik, pa kami segera menuju lokasi"

Loooo, aku kurang drama apa tadi ko tidak dianggap.

Kepulan asap hitam membumbung luarbiasa, aku sungguh takut, tapi ayah tetap meyakinkanku, diam disini jangan kemana-mana, orang-orang panik kalau kita ikut panik yang ada kita celaka gara-gara orang lain bukan karena kebakaran ini.

Aku ikut saja perintah ayah, sambil berdoa dan menangis aku tak pernah menyangka akan ada kebakaran hebat di sini. 

Tempat tinggalku sangat nyaman dulu, sangat asri dan enak untuk menjadi tempat tinggal, seandainya kebakaran ini menyapu tempat tinggalku aku tidak tahu harus tinggal dimana.

1,2,3 sampai 8 mobil pemadam kebakaran datang.Saat itu belum ada jalan penyambung, sehingga dapat dipastikan titik semprot air hanya dari jalan raya dan bantuan seadanya dari mesjid sekitar. Semua anak, ibu, perempuan sudah diamankan. Hanya tersisa bapak-bapak, anak lelaki dewasa mereka dibantu puluhan petugas Damkar.

Alhamdulillah menjelang magrib api meredup, tugas warga adalah memastikan tidak ada titik api yang akan membesar kembali bila tertiup angin. Kami semua bergotong royong untuk memastikan itu.

Petugas kepolisian sudah mulai ramai untuk mencari tahu penyebabnya, karena kebakaran tadi sungguh luarbiasa, telah menghabiskan semua rumah di sepanjang bibir sungai, tugas Pak Lurah lah yang pusing mencari solusi tempat tinggal untuk mereka.

Karena waktu sudah terlalu malam, proses interogasi warga dihentikan. Kami diharapkan kembali ke pengungsian dan kerumah warga yang masih layak tinggal, termasuk rumahku. Sesak di rumah kali ini sungguh menyenangkan hati karena bisa melihat tetanggaku tidur tenang setelah berjibaku dari siang tadi.

Keesokan hari tiba, tepat saat aku pulang sekolah aku penasaran untuk mencari tahu penyebabnya. Sambil menelusuri puing kebakaran aku hentikan pandanganku pada sebuah rumah gubuk ditengah kebun yang biasanya sepi menjadi sangat ramai.

Ya, rumah kediaman Aki Atma dan Nini Icih.

Polisi, Pak Lurah, Pa RW dan beberapa tokoh masyarakat, termasuk ayah ada disana. Aku putuskan untuk ikut mendengarkan.

Pak Lurah : "Cing, Ki sok caritakeun kumaha, ceuk Ucup, aki ngahurungkeun korek di walungan"

                          (coba serita aki, kata Ucup, Aki yang menyalakan korek di sungai)

Aki Atma : "Korek nu mana jang, da unggal poe ge ngahurungkeun korek"                  

                          (Korek yang mana ya, tiap hari juga menyalakan korek)

Aku tersipu, maksud Aki Atma karena memang setiap hari beliau sering membakar sampah menggunakan korek didekat bibir sungai. 

Pak Lurah : "Aki apal teu kamari aya bensin di walungan, si ucup ningali aki ngalungken korek hurung ka walungan, geus eta pan kahuruan"    

                       (Aki tahu tidak, kemarin bensin mengalir di sungai, Ucup melihat Aki melemparkan korek yang sudah nyala ke sungai, setelah itu kebakaran)

Aki Atma :"Enya aki ge reuwas, aki lumpat buru-buru jeng si nini, da sieun kaduruk"

                        (Nah, Aki juga heran, aku cepat-cepat lari sama Nini, Takut ikut kebakar)

Aku tersipu kembali, polos sekali jawabannya, maklumlah umur Atma saat itu 80 tahunan, begitu juga dengan Nini Icih

Pak Lurah :" Naha ari aki bet ngalungkeun korek sagala" (Kenapa ko melempar korek?)

Aki Atma : "Kieu carita na mah, apan aki nanya ka si Nini, ni ari ieu batur rariweh nyokotan bensin. Urang rek cicing wae moal pipilueun?" "ceuk si nini teh, montong hayoh engke kahuruan, geus kolot mah cicing weh. Naha ari bensin na cai bakal kahuruan kitu ni?. Nya teuing atuh aki moal meren da apan cai mah sok mareman sene"

(Begini pa, Aki tanya ke Nini, Orang pada ambil bensin, kita ko diem aja. Nini bilang, jangan, nanti kebakaran. Sudah tua, diem aja. 

Aki bilang, memangnya bensin campur air bakal kebakaran?, kata nini, mana nini tahu kan air itu tugasnya memadamkan api)

Pak Lurah :"Tuluy kumaha" (lalu?)

Aki Atma : "Si nini kekeh moal hurung, ceuk aki teh hurung meren nini, si nini angger nyebutkeun moal aki pareum, sok weh geura cobaan"

(Nini tetap yakin bahwa ga akan kebakaran, aki bilang akan kebakaran, kata nini, coba aja dilempar itu korek)

Pak Lurah : "Tuluy???"

Aku lihat Pak Lurah sedikit kesal raut mukanya

Aki Atma : "Da ceuk si nini cobaan, aki teh pan geus ngabako, nya dicobaan weh dialunkeun eta korek, ari apek hurung saeutik. Ceuk aki teh, Nya niniiiii ceun aing oge hurung, naha teu percaya ka salaki teh"

                  (karena kata Nini suruh dicoba, Aki kan lagi meroko, ya sudah dilempar itu korek, ternyata nyala. Kata Aki ke Nini, Apa Aki bilang , NYALA KAN)

Seketika suasana menjadi aneh, antara marah dan tertawa menjadi satu.

Dengan muka polos Aki Atma tidak membela diri, hanya saja Aki Atma bertanya, "Ari eta kahuruan, gara-gara korek aki kitu, da leutik basa aki ngalungkeun mah, kamari mah kahuruana badag"

Ayah akhirnya ikut berbicara, dengan nada yang datar, mencoba menetralkan suasana, karena petugas kepolisian sudah siap menagkap aki, lalu Pak Lurah bingung harus berbuat apa. Akhirnya ayah bilang, Bapak-bapak, kita tahu ini masalah besar, apalagi untuk warga yang kehilangan rumahnya, tapi kita ga adil juga bila membiarkan Aki Atma dan Nini dipenjara, tuidak tega rasanya.

Begini saja, kita kumpulkan semua kepala keluarga, ambil pendapat. Bila mereka ikhlas, maka kita hentikan kasus ini.

Untungnya warga sangat memahami keluarga Aki Atma, mereka hanya hidup berdua, mengandalkan kebun untuk mereka makan dan berpenghasilan, bahkan kadang warga selalu diberi tambahan hasil kebun bila beli sayur dan lain sebagainya ke Aki Atma.

Aki Atma selamat, hanya mulai saat itu tetangga jadi ikut memperhatikan Aki dan Nini, jangan sampai mereka berbuat sesuatu yang berbahaya karena ketidak tahuannya.

Sekarang Aki Atma sudah tiada. Kenangan ini selalu menjadi humor legenda di kawasan tempat tinggalku.

*Hukum tidak bisa disamaratakan untuk beberapa kalangan seperti Aki Atma, mereka tidak pernah berniat jahat, namun mereka sungguh tidak tahu resiko dari yang mereka lakukan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun