[Tepoconsultancy.co.uk]
Â
Banyak orang yang bingung dalam memilih suatu pekerjaan. Diantara mereka banyak yang bingung memilih bekerja untuk dibayar tinggi atau bekerja mengikuti passion dan minat yang dimiliki terhadap suatu pekerjaan. Banyak orang yang bingung ketika melihat seorang mengendarai mobil Ferrari atau Mercedes ke tempat kerjanya. Mereka bingung dengan apa yang mereka kerjakan di tempatnya bekerja hingga mampu membeli kendaraan dengan nilai mencapai miliaran.
Memang perkara bekerja untuk mencari uang atau mengikuti passion dan minat yang dimiliki terkadang menjadi sebuah hal yang rancu. Pertanyaan yang lantas muncul adalah mana yang lebih membahagiakan antara bekerja mendapatkan banyak uang namun tidak sesuai passion atau bekerja mengikuti passion namun tidak memiliki banyak uang?
Pernahkah kita berfikir professor atau dokter yang menghabiskan masa baktinya di daerah pedalaman dengan gaji yang rendah membuat mereka tersiksa? Jika dilihat dari sudut pandang materi memang sangat mungkin keduanya tersiksa. Tapi bagaimana jika passion keduanya memang didalam ranah tersebut? Tentu mereka akan dengan senang hati menikmatinya. Menurut saya sendiri yang saat ini masih kuliah namun sudah bekerja, bekerja tidak boleh hanya didasari dari gaji dan tunjangan saja, harus ada passion didalamnya agar kita dapat menikmati dan tetap merasa senang dan nyaman dengan apa yang telah kita kerjakan.
Dari hal tersebut patutnya kita bertanya, lantas apakah gaji besar membuat kita bahagia? Saya rasa belum tentu. Mengingat seiring besarnya gaji pasti diiringi dengan pengorbanan kita yang lebih besar terhadap waktu, usaha dan tentunya tenaga kita untuk bekerja. Waktu yang dikorbankan membuat kita merelekan setiap moment bersama kelurga, teman, sahabat, dan orang terkasih tergerus oleh beban pekerjaan.
Menurut saya, baik tidaknya suatu pekerjaan tidak bisa hanya dilihat dari jumlah gaji atau tunjangan yang didapat. Pekerjaan seorang penjaga parkir dikampus saya yang menjamin bahwa kendaraan yang terparkir akan selalu aman lebih baik daripada pekerjaan dosen saya yang ketika mengajar membuat mahasiswanya bosen dan mengantuk bahkan yg lebih parah jarang masuk ke kelas.
Bisa kita bayangkan jika dulu orang tua Rio Haryanto lebih memilih menjadikan anaknya menjadi seorang engineer perminyakan atau pertambangan ketimbang menuruti passion anaknya hanya karena menurut beberapa orang gaji engineer pertambangan dan perminyakan yang lebih besar ketimbang atlet. Jika hal tersebut terjadi mungkin saat ini Rio sedang berada di hutan Papua atau di laut natuna dan tentunya sekarang kita tidak akan memiliki pembalap F1 pertama dari Indonesia.
Saya pernah membaca sebuah artikel yg memuat seorang profil President Director yang berlatar belakang pendidikan S3. Ia memulai karirnya sebagai manajer administrasi dalam sebuah perusahaan yang buat sebagian orang memalukan karena latar belakangnya sebagai seorang doctor lulusan luar negeri.
Namun apa yang dia lakukan sangat mengesankan, dia tidak ambil pusing dengan apa yang orang lain katakan, dia menikmati pekerjaannya mengurus segala bentuk administrasi yg ada dikantornya. Hingga beberapa tahun kemudian ia diangkat menjadi President Director, ia sendiri mengatakan ia tidak memiliki kemampuan cukup untuk menjadi seorang direktur. Namun kemampuannya menangani segala jenis pekerjaan administrasi membuatnya belajar untuk menjalankan perusahaan dari hal yang dianggap remeh hingga hal-hal krusial.
Saat ini beberapa teman SMA angkatan saya mulai banyak yang lulus dan mendapatkan gelar sarjana. Seperti umumnya para jobseeker mereka lebih memfokuskan mencari pekerjaan dengan basic gaji yang tinggi dibandingkan dengan memfokuskan diri pada pencarian experience atau pengalaman. Hal itu tentunya tidak salah melihat mereka adalah fresh graduate. Namun akan lebih bijak jika mereka utamanya mencari pekerjaan yang sesuai dengan passion dan keahlian dibidangnya dahulu.