Akarnya Baik, Cabangnya Juga Baik
Pada dasarnya seorang anak tidak cenderung berkata-kaya kotor. Barangkali anak tersebut mempelajari dari orangtuanya, saudaranya, atau mungkin juga teman-teman sekolahnya, juga teman bermain.
Namun, tetap saja pengaruh maksimal adalah berasal dari orangtuanya. Sebagian besar kehidupan anak dihabiskan bersama orangtua dan saudaranya di rumah.
Oleh karena itu kebiasaan kata kotor yang sering didengarkan di rumah baik diucapkan oleh ayah, ibu, maupun saudaranya menjadi lekat dalam telinganya, kemudian dianggap biasa.
Jika anak tak pernah mendengar kata kotor dari telinganya pasti kamus kata kotor itu tak akan ada di kepalanya. Begitu pun ketika akan mengucapkan pasti yang bersangkutan akan merasa risi.
Di samping itu, ketika kata-kata kotor keluar dari mulut anak, orangtua maupun saudara yang tak biasa mengucapkan kata kotor tentu saja akan menegur. Kemudian memberitahu bahwa apa yang diucapkan sungguh tak layak dan tak pantas.
Beberapa orangtua, kadang dalam keadaan bergurau atau dalam kondisi marah sering mengucapkan kata-kata yang buruk kepada anak-anaknya.
Dengan cara serampangan ini, mereka sebenarnya sedang memberi pengasuhan yang keliru kepada anak-anaknya.
Beberapa rumah tangga memang ada yang menggunakan kata-kata buruk dalam ucapannya. Kata-kata seperti, anjing, anak anjing, induk anjing, Â bodoh, idiot, dasar keledai tua, binatang, tak punya malu, dan lain-lain merupakan sebutan yang dilontarkan satu sama lain dalam rumah tangga semacam itu. Kadang dengan maksud bercanda atau dalam kondisi marah.
Saya jadi teringat ketika dulu ada sebuah istilah yang biasa digunakan untuk sekedar bercanda. Saat keceplosan terucap, "lebay ah!" padahal hanya bercanda. Anak pun akhirnya ikut mengucapkan kata tersebut.