Mohon tunggu...
Cicik Retnowati
Cicik Retnowati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu rumah tangga dengan 2 orang putra. Sebaik-baiknya manusia adalah yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain adalah salah satu motto hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi?

3 Maret 2014   09:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:17 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbicara tentang demokrasi, jadi ingat seorang teman yang menjalin pertemanan dengan saya di jejaring sosial media Facebook, Pepei Dwipangga pernah menulis status tentang demokrasi. Beliau mengibaratkan demokrasi dengan mpek-mpek. Penganan asli Palembang. Barusan ngulik-ngulik akunnya dan ketemu. Maaf ya Pak sudah saya obrak abrik. Begini beliau menuliskannya:

"Mpek-mpek dan Demokrasi

Berbicara ttg pemahaman masyarakat akan demokrasi, --- dari sedikit banyak pengalaman ngobrol2 ama babeh2 di tetangga sekitar kampung,--- ternyata mirip dengan berbicara ttg mpek-mpek

Mpek-mpek itu konon asalnya dari Palembang, tp faktanya saat ini banyak sekali penjual mpek-mpek hampir diseluruh wilayah nusantara, apalagi di jakarta! Mulai dari resto besar hingga pedagang gerobak keliling.

Semua pedagang itu dengan jelas mengaku menjual Mpek-mpek, walau yg di jual hanya adonan tepung sagu dengan sedikit campuran ikan (bahkan bisa jadi hanya ikan sapu), dibentuk dengan sekasma, yg kemudian digoreng dipanasnya minyak, dikasih potongan mentimun dan disiram campuran gula merah dan cuka! taraaa...maka itu namanya mpek-mpek, walaupun penjualnya adalah orang Tegal, Tasik, Kuningan dan daerah lain diluar Palembang yg gak tau resep asli Mpek-mpek!

trus apa miripnya dengan demokrasi?

*selamat menikmati Mpek-mpek

Kalimat di atas adalah ilustrasi yg digambarkan Pak Pepei. Kalau dalam bahasa saya begini:
Demokrasi. Semua tahu demokrasi itu asalnya dari mana. Yup Yunani. Tapi meski bukan orang Yunani, hampir semua orang di permukaan bumi ini pasti gak asing alias sering denger istilah demokrasi. Di hampir semua belahan bumi ini mengguunakan demokrasi, meski dengan cita rasa yang mungkin sudah tidak orisinil lagi. Semua menikmati. Tapi tetaplah dia disebut demokrasi. Kenapa? Karena ada cita rasa khas yang menjadi ciri sehingga dia dikenal sebagai demokrasi. Sama dengan mpek-mpek tadi. Kenapa yang dijual orang Tasik tidak disebut Tahu, Dodol, atau yang lainnya?. Demikianlah saya rasa. Walaupun setiap orang bisa berbeda definisi tentang demokrasi, dan mencoba meramu atau mengkombinasikan demokrasi dengan yang lainnya, tetaplah ia sebagai demokrasi dengan ciri khasnya. Dan ciri khas demokrasi bukanlah pada musyawarahnya, tapi pada yang lebih mendasar dari itu yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Apanya? ya kedaulatannya. Walhasil demokrasi itu sesungguhnya KEDAULATAN ADA DI TANGAN RAKYAT. Sebagaimana mpek-mpek tadi. Ciri khasnya bukan pada ikan tengirinya saja. Tapi ada bentuk, potongan mentimun dan saus cuka. Karena faktanya banyak pula penganan berbahan olahan tepung sagu dan ikan tengiri, diolah sedemikia rupa, digoreng dulu sebelum disajikan, tapi dia tidak disebut mpek-mpek!.

Demikianlah. Jika demokrasi itu adalah kedaulatan ada di tangan rakyat, maka janganlah disamakan dengan Islam. Sungguh sangat bertolak belakang. Walaupun dicoba disandingkan dengan menyebutnya DEMOKRASI ISLAM, demokrasi tak bisa bercampur dengan Islam. Karena dalam pandangan Islam, Kedaulatan itu ada di tangan Allah SWT, bukan di tangan rakyat. Sedangkan musyawarah untuk mufakat yang sama-sama ada, tapi hakikatnya ternyata berbeda!.
Musyawarah di alam demokrasi, menjadi sebuah keharusan. Bahkan ini menjadi cara wajib untuk mengambil keputusan. Sedangkan di dalam Islam, Musyawarah itu ada jika diperlukan saja. Karena untuk hal-hal yang sudah jelas nilai halal dan haram, tak perlu lagi membahas dan diambil kata mufakat untuk menyetujuinya.
Sebagai contoh, coba perhatikan bagaimana kita dibuat heboh hanya untuk menentukan apakah lokalisasi perlu ditutup atau tidak, pabrik miras perlu ditiadakan atau tidak, apakah polwan boleh berkerudung atau tidak, Miss world boleh diselenggarakan atau tidak, apa hukuman yang paling adil untuk koruptor, dan macem-macem contoh lainnya yang kalau disebutkan semua bisa panjang tulisan ini.

Jadi kawan apa pemahamanmu sekarang tentang demokrasi? saya tidak tanya apa pendapatmu, tapi yang saya tanyakan adalah apa yang kau fahami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun