[caption id="attachment_223102" align="alignleft" width="300" caption="http://www.kabarindonesia.com/fotoberita/200810/200810062307221.jpg "][/caption] Tidak terasa 65 tahun sudah kita merdeka, lepas dari belenggu penjajahan yang telah merongrong negeri dan menghisap habis saripati kehidupan bangsa ini, Indonesia. Dari tahun ke tahun, dari masa ke masa sejarah telah tertoreh di lembar kehidupan negeriku. Setiap masa meninggalkan jejak yang tidak sama namun juga tidak berbeda. Jika menoleh ke belakang, bagaimana semasa kepemimpinan Orde Lama telah memberikan identitas dan kebanggaan nasional serta mempersatukan bangsa Indonesia tapi sekaligus mengaburkan identitas nasional tersebut dengan terjadinya peristiwa-peristiwa Pemberontakan PKI tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUDS 1950, Nasakom dan Pemberontakan G 30 S PKI tahun 1965. Rezim Orde Baru yang pada mulanya dianggap sebagai penyelamat keadaan bangsa yang saat itu sedang goyah malah melakukan pemasungan terhadap hak-hak politik warga negaranya, mengeksploitasi keberhasilan yang semu, dan timbulnya krisis moneter serta populernya kasus KKN di negeri Indonesia. Pada Masa Reformasi, ada secercah harapan menuju perbaikan. Penegakan supremasi hukum, yang merupakan salah satu poin penting dalam visi reformasi sejak tahun 1998 penerpannya masih menyisakan pertanyaan besar yang masih belum terjawab sampai saat ini. Praktek Korupsi di Indonesia semakin merajarela, masyarakat mulai resah seakan tidak percaya lagi pada Lembaga Peradilan dan para perangkatnya. Saat ini, di usia 65 tahun merdeka, nampak semua dimensi penyusun negeri ini masih rapuh dan keropos. Pendidikan belum banyak bergeming dari keterpurukan di mata dunia. Kesehatan masih dirasa mahal dan belum terjangkau oleh rakyat kecil. Politik masih carut marut dengan nuansa money politic. Penyelewengan uang negara terjadi dari lingkup daerah sampai pusat. Kebudayaan tumpang tindih, tak memiliki lagi rasa ketimuran karena diterjang kuatnya arus globalisasi. Ya, ciri khas bangsa ini yang konon telah tersohor sebagai bangsa yang memegang teguh adat ketimuran, negeri yang gemah ripah loh jinawih, negara yang teruntai erat dan indah dari Sabang hingga Merauke, masihkah? Oh, ternyata semua memang telah retak, serasa tercecer sudah untaian Jamrud Khatulisiwa. Aku menangis? Iya! Aku kecewa? Pasti. Aku marah? Jelas sekali! sampai pada memaki dan menghujat lantaran keringatkupun pernah dirampas tanpa mengindahkan perut lapar anak-anakku. Aku dendam? Jika saja aku bisa... [caption id="attachment_226107" align="alignright" width="300" caption="http://www.google.co.id/imgres "][/caption] Telingaku masih waras tatkala mendengar mereka bocah-bocah kecilku berteriak lantang mendeklamasikan puisi kemerdekaan negeri ini, yang membuat bulu romaku merinding. Air mataku terurai ketika melihat semangat bocah-bocah kecilku tegap menghormati Sang Saka Merah Putih berkibar di seremonial seluruh penjuru negeri. Hatiku teriris, manakala bahu bocah-bocah kecilku mendambakan sentuhan kecil untuk bekal motivasi belajar mereka agar tetap bersemangat dalam belajar. [caption id="attachment_226108" align="alignleft" width="198" caption="http://www.google.co.id/imgres "][/caption] Bagaimana aku bisa mendendam? Jika pada merekalah masa depan negeri ini digenggam. Mata mereka harus menatap masa depan yang luas membentang, mulut mereka harus tercukupi makanan bergizi, dan otak brilian mereka membutuhkan tekhnologi untuk menembus dunia, jika saja aku mau mengumpulkan kembali untaian yang tercecer. Aku sudah cukup pandai, paling tidak untuk mereka anak-anakku. Saat ini aku hanya membutuhkan beberapa tangan untuk saling bergandengan memperkuat rantai khatulistiwa agar tak terputus, aku hanya membutuhkan semangat untuk mengusir rasa lelahku, aku hanya membutuhkan rasa aman untuk mengumpulkan keberanianku, dan aku hanya membutuhkan pekik merdeka, untuk memastikan bahwa diriku tidak sedang bermimpi di sebuah negeri yang masih terjajah oleh kemiskinan dan kebodohan ini. Aku tetap mencinta mereka, dan negeriku Indonesia. Takkan kubiarkan Jamrud Khatulistiwaku retak dan tercecer. Dirgahayu Indonesiaku, dalam HUT Kemerdekaan RI ke-65 tahun.
______________________________________________________________________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H