Mohon tunggu...
Chita Wijono
Chita Wijono Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Veteran Pejuang Kemerdekaan Itu adalah Kakekku

13 September 2022   05:02 Diperbarui: 13 September 2022   05:10 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebenarnya saya tidak begitu tahu sehebat apakah perjuangan Eyang kakung saya waktu mengusir penjajah pada jaman dahulu, yang saya tahu di rumah Eyang tergantung sebuah lukisan besar dengan gambar Eyang kakung memakai seragam hijau dengan berbagai macam bintang gerilya di dada sebelah kirinya dan sebuah lukisan lagi dengan gambar Eyang putri memakai kebaya dan bersanggul. Sungguh perpaduan lukisan yang sangat membanggakan saya sebagai cucunya. Bangga karena saya adalah cucu seorang pejuang kemerdekaan RI.  

Suatu ketika saya dan ibu saya sedang duduk berdua dan menikmati keindahan bunga-bunga di taman kebun belakang rumah kami. Sambil ngobrol berdua, ibu bercerita bahwa tentara pada jaman dahulu kehidupannya sangat susah karena tidak dibayar. 

Para tentara tersebut betul-betul berjuang dengan hati, sehingga meskipun tidak dibayar pun beliau semua ikhlas dan siap mengorbankan jiwa raga beliau untuk Indonesia tercinta. Beliau semua rela mempertahankan negara kesatuan Indonesia dengan darah, keringat dan cucuran air mata semata-mata supaya Indonesia tidak jatuh kepada para penjajah. Suatu perjuangan yang patut diapresiasi. 

Di tengah-tengah obrolan kami ibu juga bercerita, suatu ketika Eyang Kakung tertangkap tentara Belanda dan disekap di sebuah bunker bersama beberapa orang teman beliau. Eyang Kakung dan beberapa temannya dipaksa memberitahukan keberadaan tempat persembunyian tentara Indonesia karena mereka berencana akan membinasakan semua tentara Indonesia. Eyang Kakung bersama teman-temannya yang tertangkap bersepakat tidak mau memberitahukan persembunyian teman-temannya. 

Hal tersebut membuat tentara Belanda menjadi murka, mereka meraut pensil hingga runcing, setelah itu mencobloskan pensil yang telah di raut itu ke telinga Eyang Kakung dan teman-temannya. Singkat cerita akhirnya Eyang Kakung dan teman-temannya mempunyai kesempatan untuk melarikan diri dan beliau semua dikejar oleh tentara Belanda. Tetapi berkat kecerdikan Eyang Kakung dan teman-temannya, tentara Belanda tidak bisa mengikuti beliau dan karena kejadian pensil itu, akhirnya eyang Kakung menjadi tuli sehingga beliau sering merasa tersinggung dan salah sangka bila ada orang yang bicara agak berbisik-bisik dikira membicarakan beliau. 

Beruntunglah ayah Eyang Kakung memberikan tanah yang luas, sehingga dapat digunakan untuk bercocok tanam dan sebagian dimanfaatkan untuk kolam ikan. Sehingga Eyang Kakung dan Eyang putri bisa memenuhi kebutuhan hidup beliau dengan mengambil hasil dari kebun sendiri. Ibuku juga bercerita, pernah suatu ketika yang ada di kebun hanya tanaman singkong sehingga satu hari makan dengan olahan singkong tersebut. 

Daun singkong dibuat sayur, singkongnya di parut dan di buat nasi tiwul, dan tepung hasil olahan singkongnya dibuat kerupuk. Mendengar cerita ibu, saya bisa memahami betapa beratnya perjuangan tentara Indonesia pada jaman dahulu. Alhamdulillah pemerintah tidak menutup mata pada para pejuang kemerdekaan yang telah pensiun seperti Eyang Kakung saya. Sebagai penghormatan atas jasa beliau, beberapa orang tentara veteran termasuk Eyang Kakung saya diberi rumah oleh Korp Cacat Veteran Republik Indonesia (KCVRI) di daerah Sawojajar kota Malang yang diberi nama jalan Tumbal Negara. 

Perjuangan tentara Indonesia pada jaman dahulu memang sangat berat, para tentara Indonesia harus siap mengorbankan jiwa raga mereka. Pada jaman sekarang perjuangan kita telah berbeda, kita tidak dituntut untuk maju dan berperang melawan penjajah. Hanya memang benar yang disampaikan Bung Karno, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Menghargai jasa pahlawan tidak perlu dengan bertempur melawan penjajah. 

Bagi siswa, belajar dengan tekun dan rajin termasuk menghargai jasa pahlawan. Bagi seorang guru, mengajarkan akhlak dan ilmu yang baik juga merupakan salah satu contoh menghargai jasa para pahlawan. Pada intinya, kita bisa memaknai kalimat menghargai jasa para pahlawan dengan berbagai macam bentuk dan sikap keteladanan. Semoga kita termasuk orang-orang yang menghargai jasa para pahlawan. 

MERDEKA !!

Malang, 25 Agustus 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun