Mohon tunggu...
Chyntya Maharani
Chyntya Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Budaya Rasulan: Masih Dilestarikan hingga Saat Ini

27 Mei 2024   00:53 Diperbarui: 27 Mei 2024   00:59 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Budaya Rasulan merupakan tradisi tahunan yang sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat setempat khusunya di Kabupaten Gunungkidul. Rasulan dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Selain ungkapan syukur, rasula diselenggarakan dengan tujuan memohon keselamatan dan menolak mara-bahaya terhadap warga desa. Hampir seluruh desa di Gunungkidul masih melakukan tradisi ini.

Rasulan itu sendiri memiliki makna yang diterapkan oleh masyarakat: yang pertama adalah gerakan bersih desa yang dilakukan secara gotong-royong dan persembahan terhadap leluhur serta ibu Pertiwi atas hasil panen, yang kedua adalah Pelajaran manusia untuk hidup menyatu dengan alam agar keselarasan antara alam dan manusia tetap terjaga menurut Filsafah Jawa.

Waktu pelaksanaan Rasulan antar wilayah tidak selalu sama, karena peyelenggaran tradisi tersebut dilaksanakan menurut kesepakatan warga desa setempat. Untuk melaksakan tradisi ini perlu ada rekomendasi dari tetua adat setempat kapan waktu yang trepat untuk mengadakan Rasulan. Tradisi ini dilaksanakan tidak hanya satu hari saja, namun beberapa hari.

Kegiatan rasulan biasanya diawali dengan kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan dusun atau desang masing-masing, bisa juga untuk memperbaiki jalan di sekitar, memasang bendera atau umbul-umbul dan kegiatan yang paling menonjol adalah mengecat pagar setiap rumah dengan warna yang sama.

Rasulan tidak hanya gotong-royong dan membersihkan desa saja, melainkan dimeriahkan dengan berbagai kesenian seperti pementasan wayang kulit, jatilan, reog ponorogo, serta kirab budaya. Puncak dari kegiatan Rasulan biasanya adalah kirab budaya dan pementasan wayang kulit di malam harinya.

Pada kirab budaya para warga berkreasi untuk menampilkan penampilan yang terbaik, selain itu ada warga yang membawa hasil panen itu untuk di arak mengelilingi desa. Hasil panen yang sering di bawa oleh warga berupa tumpeng, jagung, pisang, sayur-mayu, dan hasil panen lainnya. Sebelum kirab di mulai semua warga dan hasil panen yang akan di arak didoakan terlebih dahulu di balai desa setempat untuk memohon keselamatan seluruh warga.

Ketika sudah selesai kirab, malam harinya diakan pementasan wayang kulit sebagai tanda penutupan acara rasulan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun