Seringkali dalam pelajaran kewarganegaraan atau pelajaran lainnya, disebutkan bahwa untuk melestarikan kebudayaan negara sendiri, ada baiknya kita lebih memilih produk dalam negeri daripada produk luar negeri. Betapa mudahnya kita menjawab demikian bila ada soal ulangan seperti berikut ; “Bagaimana cara melestarikan kebudayaan Indonesia? Sebutkan 5!” sebagai salah satu jawaban. Namun di kehidupan sebenarnya, apakah memang semudah itu?
Produk lokal pada kenyataannyad dalam kehidupan sehari-hari, kurang diminati oleh masyarakat dalam negeri kita. Produk lokal yang saya maksud tentunya meliputi segala hal, misalnya merek handphone, makanan, pakaian, tas dan lainnya. Buktinya, seseorang bisa dikatakan glamor, atau bisa menjaga gengsinya dalam kehidupan sosialnya apabila ia mengenakan berbagai macam produk luar negeri, dan “memamerkannya”. Seseorang bisa lebih mudah memperlihatkan statusnya dalam masyarakat dengan menggunakan produk-produk luar negeri.
Bila kita melihat seseorang yang mengenakan pakaian dan membawa tas merek luar negeri yang terkenal, tentu kita akan langsung menilai orang tersebut sebagai orang yang lebih menarik. Padahal sebenarnya, produk luar negeri tidak kalah menariknya bila dibandingkan produk luar negeri.
Sebagai contoh, gamelan menjadi salah satu mata pelajaran wajib di beberapa negara luar, seperti Singapura, New Zealand. Gamelan pun kerap ditampilkan dalam pertunjukan kebudayaan Indonesia di luar negeri dan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat mancanegara. Batik yang menjadi kain khas Indonesia, sudah berhasil menjadi salah satu fashion yang cukup terkenal di mancanegara, dan bahkan menjadi salah satu jenis fashion yang digemari oleh artis atau tokoh-tokoh masyarakat lain di luar negeri.
Apalagi sekarang, banyak baju motif batik yang dimodifikasi hingga terlihat lebih trendi. Selain itu, makanan-makanan sederhana di Indonesia pun, ternyata sudah menjadi kegemaran masyarakat mancanegara. Contohnya seperti rendang, sate, dan tempe, yang rupanya menjadi hal yang biasa di Indonesia, ternyata adalah sesuatu yang digemari dan diakui di luar negeri. Sementara di sini, kita mungkin lebih memilih makan pizza atau hamburger daripada makan makanan sederhana seperti gado-gado atau yang lainnya.
Memang tidak ada salahnya, dalam menerima produk-produk luar negeri dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Toh itu adalah efek yang mau tidak mau akan kita rasakan sebagai dampak globalisasi. Namun alangkah baiknya bila kita tetap melestarikan dan menghargai kebudayaan dalam negeri, dan tidak langsung menerima semua yang berasal dari luar. Tetap baiknya disaring dan menerima yang sesuai dengan kebudayaan negara kita. Alih-alih selalu memakai pakaian ala barat atau semacamnya, sesekali memakai pakaian batik ke tempat umum pun tak ada salahnya. Kita tetap bisa tampil fashionable dengan memilih model batik yang tepat.
Dan apa salahnya memakan makanan khas Indonesia? Toh, lidah kita sudah terbiasa dengan rasa khas Indonesia sejak kecil. Kita adalah orang Indonesia, dan harus bisa mempertahankan jati diri kita sebagai orang Indonesia. Jika masyarakat luar negeri saja bisa menggemari produk dalam negeri kita, maka seharusnya kita harus bisa mencintai produk negeri kita secara lebih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H