Mohon tunggu...
Chyntia Ratna Juwita Sitorus
Chyntia Ratna Juwita Sitorus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Saya adalah seorang pemimpi ulung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Yuk, Tertib Saat Mengikuti Persidangan di Pengadilan

19 Agustus 2022   01:05 Diperbarui: 22 Agustus 2022   17:56 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Negara Indonesia adalah negara hukum. Pernyataan itu terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Negara Indonesia 1945. Dengan adanya dasar tersebut, maka segala aspek yang ada dalam negara ini tentunya memiliki hukum sebagai dasar pengaturan agar adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban masyarakat yang terlibat, khususnya dalam lembaga yang menjalankan berbagai perbuatan hukum di Indonesia. Salah satu lembaga yang disorot adalah pengadilan.

       Seperti yang kita ketahui, pengadilan merupakan lembaga yang melaksanakan berbagai tugas dalam peradilan, seperti memeriksa, mengadili dan memutus perkara sehingga menjadi tempat para pihak untuk mencari keadilan hukum. Jika kita melihat proses persidangan yang dilaksanakan di pengadilan, terdapat berbagai ketentuan yang semestinya harus dipatuhi oleh masyarakat. Adanya ketentuan yang dibuat oleh setiap lembaga pengadilan yang ada di Indonesia berakar dari Peraturan Mahkamah Konsistusi Nomor 19 Tahun 2009 tentang Tata Tertib Persidangan yang kemudian diganti dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2018 dengan perikop yang sama. Dengan adanya regulasi tersebut, tentunya harapan agar proses persidangan dapat berjalan dengan semestinya.

       Namun, tidak ada yang selalu berjalan dengan mulus di dunia ini. Begitu pula dengan penerapan hukum. Berbagai macam kasus pelanggaran selama mengikuti proses persidangan di Indonesia. Contohnya penyerangan terhadap hakim yang dilakukan oleh terdakwa MYW di Pengadilan Negeri Banyuwangi pada tanggal 19 Agustus 2021. Seusai dinyatakan bersalah oleh hakim, terdakwa sontak berteriak dan mencoba menyerang hakim. Kemudian, terdakwa langsung berjalan dan melompat ke atas meja majelis hakim. Beruntung pukulannya tak mengenai majelis hakim yang diketuai Khamozaru Waruwu. Karena hal ini sangat fatal bagi kehormatan hakim, maka Pengadilan Negeri Banyuwanngi melaporkan kasus tersebut kepada Mahkamah Agung untuk ditindak lebih lanjut. Dengan adanya kasus yang tekah terjadi tentunya menimbulkan pertanyaan bagi kita semua. Apakah penerapan tata tertib selama persidangan dapat menjamin perlindungan kehormatan hakim?

       Kasus di atas merupakan salah satu contoh dari perbuatan merendahkan kehormatan hakim. Sebelumnya, perbuatan merendahkan kehormatan hakim merupakan perbuatan orang perseorangan maupun kelompok yang mengganggu proses peradilan atau hakim dalam memeriksa, memutus dan mengadili perkara, seperti menghina hakim dan sebagainya. Jika kita mengerucut ke dalam pengertian mengenai hakim yang terdapat Berdasarkan Pasal 11 ayat (3) yang menyatakan bahwa Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera. Selain itu, Pasal 14 Undang-undang No. 14 tahun 1970 mewajibkan “Hakim untuk tidak menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkap atau tidak jelas Undang-undang yang mengaturnya melainkan wajib mengadilinya”.

    Jika terdapat kekosongan aturan hukum atau aturannya tidak jelas maka untuk mengatasinya diatur dalam pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970 menyebutkan bahwa Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup didalam masyarakat. Artinya seorang Hakim harus memiliki kemampuan dan keaktifan untuk menemukan hukum (Recht vinding). Yang dimaksud dengan Recht vinding adalah proses pembentukan hukum oleh hakim/aparat penegak hukum lainnya dalam penerapan peraturan umum terhadap peristiwa hukum yang konkrit dan hasil penemuan hukum menjadi dasar untuk mengambil keputusan.

     Dengan adanya peran tersebut, maka sepatutnya hakim juga mendapatkan perlindungan hukum dari berbagai ancaman maupun gangguan yang timbul akibat dari adanya ulah dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Agar hal tersebut tidak terjadi, maka penerapan tata tertib persidangan dapat menjadi salah satu solusi untuk melindungi kehormatan hakim.

      Ada berbagai faktor yang menyebabkan lemahnya penerapan tata tertib persidangan, yaitu Rendahnya kesadaran hukum dan pengontrolan diri dari masyarakat. Masih terdapat masyarakat yang enggan untuk menyadari bahwa betapa pentingnya menerapkan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan hanya bertindak dengan keinginan dan pandangan sendiri. Hal ini berkaitan dengan budaya hukum.

       Budaya hukum yang sehat diwujudkan dalam bentuk kesadaran hukum (rechtsbewustzijn), sedangkan budaya hukum yang sakit (tidak sehat) ditunjukkan melalui perasaan hukum (rechtsgevoel). J.J. von Schmid (1965: 63) dengan tepat membedakan kedua terminologi itu. Menurutnya, ”Van rechtsgevoel dient men te spreken bij spontaan, onmiddelijk als waarheid vastgestelde rechtswaardering, terwijl bij het rechtsbewustzijn men met waarderingen te maken heeft, die eerst middelijk, door nadenken, redeneren en argumentatie aan nemelijk gemaakt worden.” Artinya Seseorang harus berbicara tentang rasa keadilan dalam kasus penilaian hukum yang spontan dan segera ditetapkan, sedangkan dengan kesadaran hukum seseorang harus berurusan dengan penilaian yang pertama-tama dibuat masuk akal melalui refleksi, penalaran dan argumentasi. Schmid kurang lebih menyatakan bahwa perasaan hukum adalah penilaian masyarakat atas hukum yang diungkapkan mereka secara spontan, langsung, dan apa adanya, sementara kesadaran hukum lebih merupakan penilaian tidak langsung karena kesadaran hukum berangkat dari hasil pemikiran, penalaran, dan argumentasi. Namun, karena budaya hukum di masyarakat tidak terpenuhi, maka hal itu berlanjut hingga di pengadilan.

     Supaya hal tersebut dapat diatasi, ada kalanya pihak pengadilan dapat mengadakan sosialisasi mengenai pentingnya mengikuti tata tertib persidangan selama berada di pengadilan agar kiranya perbuatan merendahkan kehormatan hakim tidak terjadi untuk kesekian kalinya serta penerapan sanksi jika ada masyarakat yang menimbulkan tindakan yang memicu timbulnya perbuatan merendahkan kehormatan hakim.

Penulis merupakan Kader Klinik Etik dan Advokasi Universitas Mulawarman 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun