Di Indonesia berbagai kasus bully sudah tidak asing terdengar di telinga para pengamat media massa. Tindak bullying bisa dilakukan melalui media elektronik televisi, radio, dan para wartawan menuliskannya di berbagai surat kabar. Namun, berita-berita tentang kekerasan yang dilakukan khususnya di lingkungan sekolah masih sering dijumpai di media massa. Misalnya saja berdasarkan pemaparan KPAI tentang hasil pengawasan kasus pelanggaran anak di bidang pendidikan, sampai bulan April 2019, laporan kasus kekerasan tertinggi terjadi di jenjang sekolah dasar yaitu sebanyak 25 kasus (67%) dan yang tertinggi adalah kasus bullying.
Tujuan pendidikan dasar di Indonesia adalah untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan pada diri masing-masing anak. Di SDN 2 Sidomulyo, peserta didik masih banyak yang belum memahami perundungan. Kurangnya kepedulian tenaga pendidik terhadap pengetahuan bullying bagi anak menjadikan anak tidak memahami bahaya bullying di usia dini.Di sekolah, peserta didik yang melakukan tindak perundungan dengan teman sebaya kebanyakan dilakukan dengan maksud bercanda. Misalnya mengejek dengan memanggil nama orang tua, mendorong ketika bergurau, memukul ketika bermain kejar-kejaran, mengambil barang tanpa izin. Kurangnya kepedulian tenaga pendidik dalam menanamkan pengetahuan bullying menjadikan peserta didik tidak memahami bahaya bullying di usia dini yang dapat mempengaruhi kehidupan kedepannya
Sekitar 2% -- 5% pelaku bullying adalah korban atau pelaku bullying di masa kanak-kanak atau masa remajanya (Copeland dkk, 2015). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku bullying seperti lingkaran yang tidak berkesudahan. Jika seorang anak di masa kecilnya menjadi korban bullying, bukan tidak mungkin jika di masa dewasanya anak tersebut akan menjadi pelaku bullying untuk membalas apa yang dialaminya dulu di masa kecil. Korban bullying akan memiliki emosi negatif yang dialami dimasa lalu dan dibawa sampai kapan pun. Terdapat istilah korban (victims), pelaku (bullies), dan pelaku/korban (bully/victim) yaitu subkelompok dari korban yang juga bertindak sebagai pelaku.
Bullying merupakan perilaku kekerasan yang dilakukan secara sengaja kepada orang lain. Bullying memiliki banyak jenis diantaranya bullying verbal, bullying fisik, bullying sosial dan bullying cyber(online). Saat ini bullying sudah sangat marak dilakukan oleh banyak orang tidak terkecuali di lingkungan sekolah yakni sekolah dasar. Seperti dilansir dalam @detik.com "Kronologi Siswa SD di Banyuwangi Gantung Diri gegara Dibully Tak Punya Ayah" dan masih banyak lagi kasus mengenai korban bullying yang memberikan dampak yang sangat buruk kepada seorang yang dijadikan objek bullying. Menurut dari data asesmen milik Kemdikbud tahun 2021 sebanyak 24% peserta didik berpotensi mengalami perlakuan bullying di sekolah.
Maka dari itu pemberian edukasi mengenai pencegahan bullying menjadi sangat penting untuk diberikan kepada siswa sekolah dasar. Pemberian edukasi diberikan salah satunya kepada SDN Sidomilyo 2, dimana pemberian psikoedukasi diberikan kepada siswa kelas 3, 4 dan 5. Dari pengerjaan lembar kerja dari psikoedukasi yang diberikan ditemukan adanya indikasi yang menjadi pelaku dalam perilaku bullying yaitu ada 6 siswa, angka ini termasuk tinggi jika dilingkungan sekolah dasar. Maka diharapkan pemberian psikoedukasi pada siswa SDN Sidomulyo 2 ini dapat memberikan hasil dalam membantu aksi pencegahan bullying di lingkungan sekolah dasar dan menurunkan angka pelaku bullying di lingkungan sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H