Legal pluralism atau pluralisme hukum yang memiliki arti bahwa berkembangnya beberapa sistem hukum dalam suatu masyarakat. Indonesia sendiri mengalami pluralisme hukum seperti contohnya di Pulau Jawa, walaupun masyarakat Jawa tetap mematuhi hukum negara, di beberapa daerahnya bahkan masih menerapkan hukum adat kepada masyarakatnya. Pada dasarnya memang beberapa hukum dapat berjalan seperti ini dengan beberapa kelonggaran di berbagai sisi.Â
Namun, karena beberapa hukum yang berjalan ini pula terkadang masyarakat kesulitan untuk menentukan 'prioritas' dalam mematuhi hukum mana yang harus diprioritaskan. Sehingga dalam kasus ini, ada celah untuk terjadinya 'tabrakan' antar aturan atau hukum dalam mengatur sesuatu. Contoh yang dapat benar-benar dirasakan oleh umat Muslim, yaitu ketika ada suatu perkara yang sama-sama diatur dalam hukum negara dan hukum Islam, di antara keduanya mana yang harus kita patuhi.Â
Tentu sebagian dari kita akan menjawab hukum negara karena kita tinggal di negara yang berdaulat. Sebagian dari kita pula berpendapat bahwa hukum Islam lah yang harus kita patuhi karena kita seorang Muslim.Â
Walaupun beberapa kelonggaran telah dijalankan dalam menghadapi kasus seperti ini, namun adanya pluralisme hukum ini juga berdampak nyata pada 'kerisauan hati' dalam menentukan prioritas tersebut terlebih jika salah satu hukum yang berlaku itu sudah tidak lagi tegas dalam menghukum suatu perkara. Jika dikaitkan dengan isu hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas, pluralisme hukum seharusnya dapat meminimalisir terjadinya isu tersebut karena adanya beberapa hukum yang berjalan menyebabkan masyarakat mudah dalam mengontrol dan mengawasi anggota-anggota masyarakatnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H