Masa remaja merupakan periode penting dalam perkembangan fisik dan mental, namun juga sering kali menjadi fase yang penuh tekanan. Banyak remaja menghadapi stres yang muncul dari tekanan untuk mendapatkan nilai tinggi, persiapan ujian, atau harapan tinggi dari orang tua dan lingkungan. Salah satu dampak umum dari stres ini adalah pola makan berlebih atau yang dikenal sebagai emotional eating, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kenaikan berat badan.
Kenaikan berat badan yang signifikan pada remaja, terutama akibat pola makan berlebih, telah menjadi perhatian global karena implikasi kesehatan jangka panjangnya. Pola makan berlebih atau overeating pada remaja sering dipicu oleh berbagai faktor, termasuk ketersediaan makanan tinggi gula dan lemak, tekanan emosional, dan kebiasaan makan yang tidak sehat. Menurut Favieri et al. (2021), remaja yang mengalami kesulitan mengelola emosi cenderung menggunakan makanan sebagai pelarian emosional. Hal ini biasanya berujung pada konsumsi makanan berkalori tinggi secara berlebihan, yang memicu penambahan berat badan.
    Kenaikan berat badan pada remaja sering kali menciptakan siklus negatif. Remaja yang mengalami overweight atau obesitas cenderung merasa kurang percaya diri dan menghadapi stigma sosial, yang dapat memperburuk kondisi emosional mereka. Kondisi ini kemudian mendorong mereka untuk kembali pada kebiasaan pola makan berlebih, menciptakan lingkaran setan yang sulit dihentikan. Selain itu, obesitas pada remaja memiliki konsekuensi fisik yang serius, seperti meningkatnya risiko penyakit metabolik, diabetes tipe 2, hipertensi, dan gangguan kardiovaskular. Pola makan berlebih pada remaja juga berkaitan erat dengan kurangnya aktivitas fisik. Perubahan gaya hidup modern, seperti waktu yang lebih lama di depan layar dan berkurangnya aktivitas fisik di luar ruangan, semakin memperparah kenaikan berat badan. Dengan meningkatnya konsumsi makanan olahan dan kurangnya kesadaran akan pentingnya makan seimbang, remaja menjadi lebih rentan terhadap kelebihan berat badan.
    Dampak overweight tidak hanya dirasakan pada fisik, tetapi juga secara psikologis dan sosial. Remaja yang mengalami obesitas sering kali menghadapi ejekan atau perundungan dari teman sebaya, yang dapat menurunkan harga diri dan meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental, seperti depresi atau kecemasan. Selain itu, kenaikan berat badan yang signifikan pada masa remaja juga memiliki dampak jangka panjang, karena kebiasaan makan dan berat badan yang tidak terkendali cenderung berlanjut hingga dewasa.Â
Sumber:Â
Gusman, V., Hardianti, S., & Nopriayarti, A. (2022). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Berat Badan Berlebih pada Remaja di Kelurahan Air Tiris. Jurnal Ners Universitas Pahlawan, 6(2), 128-131.
Favieri, F., Marini, A., & Casagrande, M. (2021). Emotional regulation and overeating behaviors in children and adolescents: A systematic review. Behavioral Sciences. 11(1), pp. 1-25.
Wang, Z., et al. (2020). Relationships Among Weight Stigma, Eating Behaviors and Stress in Adolescents in Wuhan, China. Global Health Research and Policy, 5(8), pp. 1-9.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H