Dari semula rasa kehilangan begitu menggebu dalam diri. Tak tahu waktu dan tempat. Seolah semua milik diri. Meratap apapun yang telah dikembalikan. Tuntas. Padahal hanya titipan. Cobalah sesekali memposisikan diri layaknya tukang parkir, mereka tak banyak pikiran tentang kehilangan. Terserah pemilik motor atau mobil itu akan mengambil kembali kendaraannya kapan. Ia sendiri tak tahu.
Mungkin kisah itu hanya sekedar titipan, atau pelengkap perjalanan hidup. Kalau sudah paham sebatas titipan, lantas mengapa bingung bagaimana mencari pengganti. Padahal sama saja, nanti juga akan ada waktunya harus dikembalikan.
Oh iya, selain mengingat tukang parkir, ingat juga diri sendiri yang hobi meminjam buku di perpustakaan sekolah atau kampus. Sebanyak apapun kita meminjam, nanti juga akan dikembalikan bukan? Barangkali ada yang cukup beruntung bisa memilikinya dengan kecurangan. Namun, setelah memilikinya apakah akan penuh kesungguhan merawat buku-buku itu dengan baik? Belum tentu juga. Tak dapat diprediksi.
Sejatinya kehilangan ini milik siapa?
Lantas, adakah yang ingin sekedar berbagi tentang apa itu ikhlas dan bagaimana mengikhlaskan kehilangan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H