Cuan yang terkumpul kupikir sudah cukup untuk kali ini. Hasil dari jatuh bangun sejak sebelum hingga selama pandemi. Menyimpannya dalam sebuah peti kecil kemudian menguncinya, agar tak menguap dengan cepat. Jauh dalam lubuk hati paling dalam, terpendam keinginan untuk menjadikan ia sebagai tujuan keabadian. Mencarinya dari subuh hingga petang. Tak kenal hujan dan panas, segala musim mampu terlewati.
Kupikir menjaga mereka agar abadi merupakan sebuah pilihan yang tepat untuk membeli kebahagiaan. Nyatanya tidak. Aku mampu membeli segalanya dimasa yang sulit ini. Masih saja ada rasa yang mengganggu. Ingin berbagi, namun enggan. Ingin membantu, namun seperti ada pemberat pada tangan. Melihat nestapa yang tercecer di jalanan, seperti lupa dimana kantong empati. Ingatan yang menjadi prioritas hanyalah aku, aku, dan aku. Tanpa peduli melanggar aturan Sang Pencipta atau tidak. Ego telah menjadi mahkota.
Aku mencoba menepi. Mengatur nafas. Memahami segala yang akan segera usai. Menutup Desember ini dengan selembar daun, agar daun penuh catatan buruk itu mengalir ke tempat semestinya, dan tak akan lagi menutup aliran air yang jernih. Selain itu, akan kusambut lagi hari baru dengan selembar daun, semoga dapat menjadi tempat untuk mencatat kembali hari-hari yang akan dilewati dengan penuh kebaikan yang lebih berarti. Tabik.
Menuju akhir Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H