"Kulihat tubuhmu kian hari makin kurus, ada apa?" pertanyaan yang berulang setiap pagi terdengar. Dengan jawaban seulas senyum, entah, nanti akan ditafsirkan sebagai apa. Andai saja waktu bisa berputar menuju kisah dulu, mungkin sudah kuputuskan jarum pendek dan panjangnya agar berhenti. Seperti biasa, setelah menanyakan pertanyaan itu, Ibu memasak makanan favorit, yaitu sayur sop, tempe goreng, dan sambal. Beliau mengatakan ingin aku kembali gembul seperti dulu. Ada-ada saja.
Semenjak pandemi datang, terdapat rutinitas yang selalu kulakukan, menunggu kiriman surat kabar setiap pagi. Barangkali ada sebuah rubrik tentang alasan kepergianmu. Halaman demi halaman kubuka, namun nihil. Kau benar-benar tak mau menunjukkan alasan barang sedikitpun. Dimana rimbamu? Apakah ada hal yang sedang kau benci dari diri ini? Atau barangkali memang sebuah kesengajaan untuk mempermainkan sebuah petak bernama rasa?
Untukmu yang berada di antah-berantah. Semoga kau membaca resahku ini. Dik, kemarilah, mampir sejenak. Bawa jawaban dari segala tanyaku. Beri alasan, mengapa pergi begitu saja. Mengapa datang hanya sekejap, sayang memberi kenangan yang mampu menciptakan derita bahkan hampir sekarat. Aku mengerti, aku bukanlah sosok yang kau inginkan. Kita adalah dua orang yang berbeda kasta. Sungguh jauh berbeda dengan sosok impianmu dulu. Lantas, kau tahu kan bagaimana cara berpamitan dengan baik?
Mengenangmu, Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H