Mohon tunggu...
churmatin nasoichah
churmatin nasoichah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

^-^

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Koleksi Novel Karya Pramoedya Ananta Toer: Karya Original yang Tak Lekang Oleh Waktu

3 Februari 2025   10:34 Diperbarui: 3 Februari 2025   10:34 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah sejak kapan pastinya aku mulai mengoleksi novel karya Pramoedya Ananta Toer ini, akupun sudah lupa. Yang pasti di deretan rak bukuku sudah terpampang setidaknya 11 novel baik yang memiliki ketebalan sedang hingga setebal bantal. Jika ditanya bagaimana isi atau alur dari cerita novel-novel tersebut, sedikit banyak akupun sudah lupa.

Aku bukan tipe orang yang memiliki prinsip kuat sehingga banyak pemikiran Pak Pram ini merubah dan menguasai cara berfikirku. Aku hanya menyukai novel-novel lama seperti karya Pak Pram ini. Banyak kata-kata yang mudah dipahami namun sangat menyayat hati. Seperti salah satu novel berjudul 'Midah, Simanis Bergigi Emas'. Bagaimana seorang wanita muda bergelut di jalanan pada era tahun 1950an tersebut. Tak bisa kubayangkan bagaimana kejamnya kehidupan Midah kala itu. Seolah sosok Midah benar-benar nyata. Yang kuingat saat membaca novel tersebut hanyalah derai air mata membasahi pipiku.

Bagi pecinta novel temporer seperti aku ini sangat cocok karena bisa dengan santai sambil rebahan membacanya. Saat novel berjudul 'Bukan Pasar Malam' dan 'Sekali Peristiwa di Banten Selatan' ini kubaca gambaran tentang kemiskinan dan kaum tertindas lebih banyak ditonjolkan. Tidak heran jika karya-karya Pak Pram di era Orde Baru ini dilarang beredar karena ada ketakutan dari para penguasa akan adanya pemikiran-pemikiran untuk melawan pemerintahan.

Novel berjudul 'Cerita Calon Arang' menurutku juga sangat ringan. Novel yang hanya memiliki 92 halaman ini aku tidak memerlukan waktu lama untuk merampungkannya. Cerita tentang kehidupan perempuan tua yang digambarkan sebagai sosok yang jahat ini begitu mudah aku bayangkan seolah ia dekat keberadaannya denganku. Mungkin karena setting tempatnya berada di wilayah Kediri dimasa Kepemimpinan Raja Airlangga, sehingga seolah sosok tersebut begitu dekat denganku. Aku yang lahir dan tumbuh di Kabupaten Nganjuk, tepat sebelah utaranya Kabupaten Kediri, menganggap seolah Calon Arang dulunya berada di sekitaran kota kelahiranku, atau mungkin di lereng-lereng Gunung Wilis yang dikelilingi beberapa kabupaten seperti Kediri, Nganjuk, Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, atau Madiun. Setidaknya itulah asumsiku, dan ini bisa benar-benar salah.

Karya lain Pak Pram adalah tentang Tetralogi Pulau Buru yang salah satunya berjudul 'Bumi Manusia'. Novel 'Bumi Manusia' adalah karya yang beberapa tahun terakhir menjadi sangat populer. Sosok Minke dan Nyai Ontosoroh adalah tokoh utama dalam novel tersebut yang berjuang mempertahankan hak-haknya sebagai manusia pribumi. Ketidakadilan Pemerintah Belanda dalam memperlakukan mereka menjadikan mertua dan menantu ini semakin kompak memperjuangkan hak-hak mereka.

Kepopuleran novel 'Bumi Manusia' semakin besar dengan dijadikannya kisah tersebut ke dalam film layar lebar yang diperankan oleh Iqbal Ramadhan. Bagi yang sudah membaca novelnya terlebih dulu, tentu merasa kecewa dengan filmnya. Banyak hal-hal menarik di dalam novel yang tidak ditampilkan karena durasi film yang terbatas. Selain itu, dalam film 'Bumi Manusia' tersebut unsur romansa lebih banyak ditonjolkan dibandingkan dengan pemikiran-pemikiran maupun perjuangan melawan ketidakadilan tersebut. Namun demikian film 'Bumi Manusia' tetap patut diacungi jempol sebagai karya terbaik anak bangsa ditengah gempuran film-film horor yang melanda Indonesia.

Dari sekian banyak koleksi novel karya Pak Pram, yang paling aku sukai adalah novel berjudul 'Arok Dedes'. Mungkin karena aku yang memiliki latar belakang pendidikan Arkeologi, menganggap novel ini bisa kujadikan rujukan sejarah fiksi untuk bisa lebih memahami kronologi kisah di masa awal munculnya Kerajaan Singosari. Tentu sangat berbeda sekali dengan informasi yang dituliskan pada prasasti-prasasti maupun naskah-naskah kuno sebagai sumber primer. Namun demikian novel berjudul 'Arok Dedes' ini tetap menarik untuk dibaca meski memiliki ketebalan buku yang luar biasa.

Pada akhirnya karya-karya Pak Pram hampir semua bisa dikatakan menarik dan relevan untuk dibaca meskipun zaman sudah banyak berubah. Karya-karyanya original dan mampu membawa pembaca seolah ikut menyaksikan dan mengalami sendiri peristiwa yang terjadi di masa lalu. Karya-karyanya yang original dan tak lekang oleh waktu ini dapat dijadikan referensi bagi generasi muda yang haus akan informasi dan kisah-kisah heroik. 

Buku adalah jendela informasi, dengan membuka dan membacanya dapat menuntun kita menjadi pribadi yang lebih arif dan bijak. Satu hal lagi, jangan membeli yang bajakan ya. Kita harus hargai karya-karya pembesar bangsa ini dengan membeli produk yang asli.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun