Perjalanan kami selanjutnya adalah mengunjungi suatu wilayah kecamatan yang lokasinya memiliki jarak tempuh sekitar 1 jam dari jalan lintas Muara Enim-Baturaja, Sumatera Selatan. Dalam perjalanan tersebut melewati bebukitan berkelok-kelok dengan jalanan yang lebih sempit dibandingkan dengan jalan lintas. Sebenarnya jalanan tersebut merupakan jalur apabila kita bepergian ke Pagar Alam dari arah Muara Enim. Pemandangan begitu indah dengan hawa yang mulai terasa dingin dan segar bila dibandingkan dengan wilayah Muara Enim. Wilayah tersebut adalah Kecamatan Semende Darat Laut.
Apabila berbicara tentang Semende, masyarakat awam langsung teringat akan kopi khas Sumatera Selatan. Ya... Semende merupakan wilayah penghasil kopi khas Sumatera Selatan. Sepanjang perjalanan menuju wilayah tersebut, kita akan disambut dengan pohon-pohon kopi di pinggiran jalan. Sepanjang perjalanan pula kita akan disambut dengan jemuran kopi yang diletakkan di jalanan aspal sehingga akan terinjak kendaran yang melintasinya.Â
Bagian dalam rumah tersebut masih banyak ditemukan peninggalan barang-barang pusaka milik nenek moyang dan sangat terawat dengan baik. Suasana tempo dulu masih dapat dirasakan bila kita berada di dalam rumah tersebut. Udaranya begitu adem dan tenang. Sejenak saya duduk disamping nenek (ibu dari pemilik rumah) yang berusia lebih dari 80 tahun sambil berbincang sejenak terkait kenangan beliau saat muda dulu. Saya sangat menikmati obrolan tersebut, dan sesaat kami termenung menikmati jalanan pedesaan yang mulai ramai. Teman-teman lain pun masih asyik juga menikmati rumah tradisional tersebut.
Saat kami mengunjungi salah satu rumah milik kepala desa, kami begitu merasakan suasana rumah panggung tersebut dengan keramahannya. Pintu masuknya masih asli, dibuat dari kayu dengan ukiran surya di bagian tengahnya. Pintu masuk yang dibuat hanya separo tinggi badan manusia tersebut, memang dibuat agar orang yang masuk dalam kondisi menunduk, merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Semende. Â Di samping rumah mengalir sungai yang masih jernih, dengan anak-anak yang riang gembira menikmati mandi siangnya, disamping ibu-ibu yang bercengkerama sambil mencuci pakaian mereka, pun ibu-ibu yang sedang masak bersama di pinggiran sungai.Â
Dan pada akhirnya, desa tersebut menurut pandangan saya patut untuk dijadikan sebagai desa budaya. Bentuk kearifan lokal, gotong royong, dan tentunya keaslian rumah-rumah tradisional masih terlihat jelas di desa tersebut. Sangat disayangkan, kami hanya beberapa jam saja berada disana. Andai bisa beberapa hari lagi tentunya akan sangat menyenangkan.Â
Berharap pesona Semende masih tetap terjaga terus sampai nanti. Salam budaya.