Mohon tunggu...
churmatin nasoichah
churmatin nasoichah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

^-^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kayu Sungkai, Batu Nisan Pada Makam Kuno Puyang di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan

20 April 2021   08:22 Diperbarui: 21 April 2021   22:06 1725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara terkait kayu Sungkai, kita langsung diingatkan akan bahan baku pembuatan furnitur yang banyak tumbuh di Kepulauan Indonesia terutama di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Pohon yang biasa tumbuh di ketinggian 600-900 meter di atas permukaan laut ini memiliki kekuatan menahan beban yang cukup baik. Biasanya pohon ini dapat tumbuh sampai pada ketinggian 20-30 meter dengan diameter batang kayu mencapai 60 cm.

whatsapp-image-2021-04-20-at-07-29-48-4-607e297ad541df7ff42ba422.jpeg
whatsapp-image-2021-04-20-at-07-29-48-4-607e297ad541df7ff42ba422.jpeg
Di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan yang merupakan wilayah penghasil batu bara ditemukan beberapa makam kuno yang memiliki ciri khas batu nisan dari batuan fosil kayu tersebut. Menurut informasi penduduk setempat, fosil-fosil kayu tersebut didapatkan dari dalam sungai-sungai yang mengalir di wilayah tersebut, misalnya dari Sungai Enim. Penduduk setempat menamai batu nisan tersebut dengan sebutan kayu sungkai. 

Menilik sedikit lebih dalam, apabila diamati serat-serat yang ada pada batuan fosil tersebut, sebanarnya tidak hanya berasal dari kayu sungkai saja, namun juga dari jenis kayu-kayu besar lainnya yang dulunya pernah tumbuh di hutan-hutan Muara Enim. Namun penduduk setempat sampai sekarang sudah terbiasa menyebutkan batuan-batuan fosil tersebut dengan istilah kayu sungkai. 

Umumnya fosil batuan kayu sungkai tersebut lazim ditemukan pada makam-makam kuno puyang pendiri kutai di kampung-kampung lama di Muara Enim. 

Puyang merupakan istilah umum yang sering disebutkan untuk menamai nenek moyang mereka. Sedangkan kutai merupakan satu kelompok atau satu desa yang didalamnya terdiri dari beberapa keluarga yang semarga. 

Ketika penelitian arkeologi terkait perkembangan budaya Islam di Kabupaten Muara Enim yang dilakukan oleh tim Balai Arkeologi Sumatera Selatan 2021 beserta beberapa instansi terkait yang dipimpin oleh Wahyu Rizky Andhifani, menemukan beberapa makam-makam kuno puyang bercirikan batu nisan dari fosil kayu tersebut.

Makam-makam kuno puyang dengan ciri khas batu nisan dari fosil batuan kayu sungkai tersebut biasanya ditemukan di kebun-kebun atau hutan-hutan yang lokasinya sangat dekat dengan aliran sungai.

Dengan arah hadap yang kecenderungan utara-selatan (meskipun ada beberapa yang memiliki arah barat-timur atau barat laut-tenggara) kemungkinan makam-makam kuno puyang tersebut sudah ada ketika transisi antara masa penduduk setempat masih memuja roh-roh leluhur sampai pada masa pengaruh Islam mulai masuk di wilayah Muara Enim. 

Dok. Balai Arkeologi Sumatera Selatan, 2021
Dok. Balai Arkeologi Sumatera Selatan, 2021
Tidak ditemukan adanya nama identitas maupun angka tahun dari jenazah yang dimakamkan. Batuan fosil tersebut juga dalam penggunaannya menjadi batu nisan, hanya dipotong sesuai ukuran yang lazim digunakan untuk penggunaan batu nisan.

Tidak ada pengerjaan untuk pembuatan ornamen atau motif pada bidang fosil kayu karena tekstur fosil yang kurang memungkinkan untuk dibuat itu. 

Kondisi makam kuno saat ini ada yang sudah terawat dengan dibangun bangunan semen keramik yang disertai dengan cungkup, namun sebagian lain masih dalam kondisi yang sudah tidak terawat.

Melihat dari kondisi yang ada, sepertinya penduduk setempat masih menghargai dan menjaga tinggalan nenek moyang mereka dan tentunya sangat berharap juga dari pemerintah setempat untuk turut serta menjaga dan melestarikan tinggalan-tinggalan nenek moyang mereka sebelum tergerus zaman.

Apablagi di Muara Enim sudah bertahun-tahun berkembang penambangan batu bara. Semoga makam-makam kuno tersebut tidak turut serta dibumi hanguskan ataupun direlokasi.

Dok. Balai Arkeologi Sumatera Selatan, 2021
Dok. Balai Arkeologi Sumatera Selatan, 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun