Suku Banjar merupakan sekelompok etnis yang berasal dari pulau Kalimantan. Keberadaan suku Banjar di Sumatera disebabkan adanya migrasi-migrasi masyarakatnya yang umumnya disebabkan karena keadaan politik (peperangan) di tempat asalnya.
Pada tahun 1780 migrasi suku Banjar terjadi disebabkan kekalahan pendukung Pangeran Amir dalam perang saudara. Kemudian pada tahun 1862 dan 1905 terjadi lagi migrasi dikarenakan kekalahan melawan Residen Belanda.
Berdasarkan literatur, keberadaan suku Banjar di Sumatera dapat ditemukan di Riau (Tembilahan, Pulau Palas, Sungai Salak, Pangalehan, Kuala Enok, Sapat, Enok, Kapal Pacah, Rengat, Pekanbaru, Bengkalis dandaerah lainnya), Jambi (Kuala Tungkal), dan Sumatera Utara (Kampung Banjar Binjai dan Deli Serdang).
Desa tersebut sudah dihuni masyarakat suku Banjar secara turun temurun yang sampai sekarang sudah mencapai 5 generasi. Menurut cerita, orang pertama (dari Banjar) yang menempati Desa Telagah Tujuh adalah Bapak H. Mandor Hasyim yang memiliki istri 4 (bahkan ada yang mengatakan lebih dari 4 istri).
Kemudian dilanjutkan oleh anak pertama dari istri pertamanya yang bernama Abdul Ghani. Abdul Ghani juga memiliki 4 istri yaitu Aluh Niah, Zubaidah, Syamsiah, dan Airmas. Generasi selanjutnya dipimpin oleh anak pertama dari istri pertama Abdul Ghani yaitu bernama Abdul Wahid, kemudian setelah Abdul Wahid turun dilanjutkan oleh H. Lahmudin Gani (mantan kepala desa) yang merupakan adik dari Abdul Wahid tersebut.
Dari beberapa cerita masyarakat setempat, terdapat beberapa temuan yang diduga memiliki nilai sejarah, diantaranya :
Terdapatnya 7 sumur/telaga tua yang konon digunakan oleh masyarakat setempat digunakan sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dari ketujuh sumur/telaga tua tersebut, berdasarkan hasil survei hanya dijumpai 3 buah saja, yaitu: Sumur/ telaga Pule (dari pokok pulai), sumur ini berada di bawah rumah panggung milik Bapak Mansah. Terdapat dua sumur/telaga lainnya yang bersebelahan, sumur satu kini ditimbun dan ditumbuhi singkong, sedangkan sumur yang disebelahnya (berjarak kurang lebih 1 meter) berupa rawa-rawa.
Sumur-sumur yang ada di desa Telagah Tujuh ini dulunya berupa sumber air yang dibawahnya terdapat pasir yang berfungsi sebagai resapan. Sebelum tahun 1960an, air pada sumur-sumur tersebut tawar. Namun setelah itu, ditambah lagi dengan adanya bantuan padat karya (1980an) kondisi air semakin memburuk sehingga lambat laun penggunaan air sumur mulai ditinggalkan.
Dari beberapa temuan telaga/sumur tersebut, memperlihatkan bahwa masyarakat Suku Banjar sudah memiliki kemampuan dalam membuat telaga/sumur yang dapat menghasilkan air tawar sebagai sumber kehidupan sehari-harinya.
Selain sumur/telaga tujuh, desa Telagah Tujuh ini juga menyimpan satu benda yang diduga memiliki kaitan dengan sejarah, yaitu berupa Guci. Guci tersebut disimpan di rumahnya Bapak Arsat (kakak kandung Bapak Armae). Guci tersebut memiliki ciri berbahan stoneware dan berglasir dengan warna coklat kekuningan.