Sektor pertanian tembakau menjadi sebuah ladang yang menjajikan. Tetapi hal tersebut juga tergantung pada faktor cuaca yang terjadi di suatu wilayah. Seperti di salah satu desa di Kecamatan Campurdarat, yaitu Desa Wates. Kebanyakan dari warga disana adalah petani tembakau, dan bisa dibilang tembakau dapat dijadikan penghasilan utama oleh warga di wilayah tersebut.
"Kalau saya sendiri kurang lebih sudah 13 tahun menjadi petani tembakau, mbak. Dibilang menjajikan yang sangat menjajikan, tapi kalau cuaca tidak mendukung ya bisa rugi atau harga anjlok nantinya," ucap Narto (47), salah satu petani tembakau Desa Wates, Campurdarat.
Pertama kali menjadi petani tembakau juga tidak langsung mendapatkan hasil yang ditarget, ada kalanya menurut Pak Narto beliau rugi karena cuaca. Tetapi hal yang paling menarik di Desa Wates ini adalah para petani masih saling bergotong royong dalam proses menanam tembakau. Proses penanaman tembakau yang masih sangat tradisional, yaitu menggunakan teknik ponjo yang melubangi tanah dengan kayu. Berbeda dnngan proses produksi, ketika merajang beliau ini menggunakan mesin rajang khusus untuk tembakau jadi proses lebih cepat dan efisien.
Hasil panen dari Pak Narto sendiri setiap panenannya atau tahunnya tidak pasti, tergantung dengan luas tanah yang beliau ingin tanami. "Tergantung luas tanahnya, mbak. Tapi biasanya saya panen itu 8 godor sampai 15 godor," ungkap beliau. Godor sendiri adalah kotak besar atau bendelan besar yang terisi dari beberapa ikat tembakau yang siap jual.
"Untuk cara jualnya kalau saya biasanya nggak langsung ke pabrik. Saya cari orang atau pengepul yang mau beli, kalau harga cocok saya jual. Nanti baru orang itu yang jual ke pabriknya, bukan saya," cara penjualan hasil panen tembakau Pak Narto berbeda dari beberapa petani yang lain, jadi beliau hanya menjual kepada pengepul yang akan dijual kembali ke pabrik-pabrik besar.
Hasim penjualan yang dibilang menjajikan itu bisa juga anjlok atau merosot ketika cuaca sedang tidak mendukung, seperti saat ini di daerah Desa Wates, Campurdarat sudah memasuki musim hujan, "kalau hujan gini ya harga bisa anjlok dan rugi sih mbak," kata Pak Narto
Karena memang untuk tembakau sendiri cuaca sangat mempengaruhi, dan tembakau sangat sensitif terhadap hujan. Bila masih di lahan pertanian mungkin terkena hujan tidak apa-apa asal tidak banjir, tetapi jika sudah panen dan produksi harus benar benar dijaga dari hujan karena daun tembakau bisa berubah warna jika cuaca hujan. Dan hal tersebut dapat mempengaruhi harga.
"Ya kalau saya sendiri pakai cara nimbun mbak, jadi setiap panen saya nggak jual semuanya. Ada yang saya jual daunnya aja ada yang per godor juga. Tapi yang sebagian saaa timbun untuk dijual di tahun berikutnya atau dijual nanti waktu musim hujan, jadi tidak rugi-rugi amat," ungkap Pak Narto
Mungkin setiap petani berbeda cara panen dan produksi, tetapi untuk Pak Narto sendiri dalam mengatasi cuaca hujan ketika menanam tembakau adalah dengan cara ditimbun. Beliau simpan di dalam rumah, lalu dijual ketika sudah waktunya. Yang terpenting beliau tidak terlalu rugi nantinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H