Intensitas hujan tidak lagi seperti di awal Februari, sesekali hujan masih turun di Jakarta. Setiap hari Aiy selalu melewati jalan yang sama, baik pergi mau pun pulang kesekolah. Jalan – jalan di Ibukota Jakarta sebagian besarnya rusak dengan kerusakan yang berbagai macam.
Beberapa warga menutupi jalan yang berlubang dengan pot bunga, dedaunan, atau tumpukan batu – batu untuk menandakan jalan berlubang. Aiy sering melihat kecelakaan yang diakibatkan jalan yang rusak. Sebagian besar korbannya adalah pengendara motor.
Ruas jalan di Ibukota pun menjadi tidak stabil. Bergelombang dan aspal yang tidak rata tersambung. Beberapa jalan malah dicor dengan beton. Jadi tidak heran jika jalan tidak rata dan bahkan ketinggiannya tidak rata.
Bisa dibayangkan siapa pun yang melewai jalan ini harus mengaktifkan radar infra merahnya, karena jalan yang kemarin masih rata dan bagus, bisa jadi besoknya menjadi geradakan, atau bahkan berlubang. Laju kendaraan pun menjadi lamban, jarak tempuh menjadi lama, karena kendaraan – kendaraan mengurangi kecepatannya untuk mengurangi dampak kerusakan pada kendaraan atau menghindari dari kecelakaan.
Menjelang pemilu dengan hiruk pikuk kampanye dan segala visi dan misi para Caleg atau pun Capres, Aiy melihat semuanya fokus untuk mendapatkan kursi diparlemen. Sebagian besar dari mereka membuat spanduk, t-shirt, kalender, stiker atau apa pun media yang membuat mereka dikenal dan diketahui oleh masyarakat.
Sebagian besar dari mereka menjual janji – janji, janji menjadi wakil rakyat, janji peduli terhadap kepentingan rakyat. Setelah duduk dan mendapatkan kekuasaan pun mereka tetap berkampanye dengan seribu janji dan komitmen mereka. Saat ini Jakarta setelah hujan dan banjir, ruas jalannya hancur dan membahayakan pengendara.
Mengapa persoalan didepan mata ini tidak cepat ditanggap oleh pemerintah sekarang dan mengerjakan pekerjaan rumah ini, apakah memperbaiki jalan tidak begitu penting dan menjadi agenda besar mereka? Bukankah membiarkan jalan – jalan yang rusak bisa membahayakan pengendara? Apakah hanya karena pemilu dan semuanya lalu mabuk akan kekuasaan di depan mata?
Pemimpin itu yang dipegang janjinya. Janji yang dia ucapkan menjadi harga integritas dan kredibilitasnya dimata rakyatnya. Menepati janji menjadikan ia pemimpin yang terhormat. Memegang janji menjadikan ia pemimpin yang amanah. Janji adalah janji yang dipegang rakyat baik yang memilihnya mau pun tidak. Karena pemimpin sejati bukanlah milik partai atau segolongan elit kekuasaan. Pemimpin sejati berjanji atas dasar kesetiaan dimana ia mendapatkan hak dan kewajibannya sebagai pemimpin dna pengayom masyarakat.
Ayah bilang, jangan pernah bermimpi untuk melakukan pekerjaan yang besar, jika pekerjaan yang kecil saja tidak dapat dikerjakan. Jangan pernah berharap mendapatkan kepercayaan, jika menepati janji saja tidak bisa dilakukan. Jangan pernah menginginkan dukungan, jika dukungan yang kecil saja dikhianati dan dilecehkan. Jangan pernah bersuara lantang dan ingin didengar, jika suara kita tidak lagi mencerminkan kebenaran dan suka berdusta dalam setiap kesempatan.
Dan berharap sang pemimpin yang berjanji untuk Jakarta yang baru, setidaknya memperbaiki jalan – jalan yang rusak di Jakarta yang sudah membuat semua pengendara jengkel atas kelambanan dan ketidakpekaan pemimpin Jakarta.
Sore ini duduk – duduk diteras rumah sambil membuat sketsa pemandangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H