Mengapa Melarang Anak Ikut Dalam Kampanye? Badan pengawasan pemilu beralasan bahwa anak berpotensi disalahgunakan didalam politik. Salah satu aturan ini mungkin bisa diterima jika melihat praktek – praktek kampanye yang “menjual” anak – anak tersebut demi kepentingan politik.
Tapi jika sebuah kampanye diadakan dan mengundang khalayak umum untuk datang di kampanye terbuka atau tertutup, maka suatu hal yang keliru jika anak – anak dilarang dibawa. Karena tidak bisa dihindari, karena baik orang tua mau pun anak tersebut akan bisa langsung belajar politik secara langsung dan murah.
Proses ini penting bagi pertumbuhan emosi dasar sang anak, dan bagaimana ia melihat sebuah kompetisi dilakukan untuk meraih sesuatu. Politik dalam sebuah pengertian umum dan sederhana adalah sebuah pilihan. Dan pilihan – pilihan berdasarkan sikap, gagasan dan pendapat. Anak – anak akan melihat kompetisi secara sehat didalamnya akan menjadikan anak belajar dengan proses demokrasi itu sendiri.
Bawaslu dalam beberapa hal kurang tepat dalam melihat anak dalam konteks pembelajara politik disini, hadirnya mereka didalam kampanye – kampanye terbuka dan tertutup sebenarnya merupakan bagian dari eforia dan semangat mereka terhadap politik yg terjadi di sekitarnya. Anak sedini mungkin diharuskan untuk mengikuti dan belajar bagaimana sebuah proses demokrasi dilalui dengan cara – cara demokrastis, elegan dan beretika.
Aiy setuju jika larangan membawa anak – anak didalam kampanye disinyalir disalahgunakan, dan dieksploitasi keberadaannya. Pada masa dulu, dalam kampanye terbuka kita sering melihat anak – anak yang naik bis terbuka dan duduk di atasnya, atau anak – anak yang naik motor tanpa menggunakan helm dan berjoget ria tanpa mengetahui apa sebenarnya politik itu, mereka masih melihat politik sebagai simbol dan bagaimana melanggar aturan. Jika Bawaslu melihat itu sebagai ukuran dilarangnya anak – anak didalam kampanye tentu bisa dimaklumi.
Tapi saat ini, Aiy melihat bahwa suasana politik saat ini berbeda jauh dari tahun – tahun yang lalu, walau pun masih ada beberapa partai yang membiarkan anak – anak dibawah umur melakukan seperti apa yang Aiy jelaskan di atas.
Saat ini beberapa partai merubah pola pendekatannya kepada masyarakat dan konsituennya baik didalam kampanye terbuka mau pun tertutup. Anak – anak bisa datang dengan tertib bersama orang tuanya, duduk dan mendengarkan orasi atau berdiskusi dengan orang tuanya terhadap pesan – pesan politik. Ini adalah pembelajaran politik yang gratis dan efektif. Berada didalamnya, mengamati dan belajar.
Bawaslu harusnya lebih rinci lagi mengenai apa saja yang dilarang dan apa saja yang diperbolehkan. Main larang saja menunjukkan Bawaslu kesulitan melihat proses demokrasi ini tidak harus dilihat sebagai sebuah proses yang rumit dan terlalu serius di mata anak – anak. Bawaslu harus mampu melihat dari kacamata orang tuanya yang ingin mengajarkan politik dan bagaimana melihat anak - anak antusias menjadi bagian dari demokrasi itu.
Larangan bagi anak – anak, baik ikut dengan kemauannya sendiri atau dibawa orang tua harus lebih rinci dan jelas apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan. Aiy melihat anak – anak sekarang lebih banyak melihat politik sebagai sebuah simbol. Tentu saja ini tidak bisa disalahkan karena proses politik ditanah air ini memang hanya ramai disaat pemilu saja.
Padahal politik adalah sebuah sikap dasar dalam memilih dan ikut berpartisipasi dalam prosesnya. Demokrasi adalah kebebasan. Jika anak – anak dilarang ikut dalam kampanye dan memahami politik dan bagaimana berdemokrasi itu, lalu apa yang sebenarnya diharapkan orang tua – orang tua kami?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H