Dugaan keterlibatan om Bowo dalam kasus penculikan dan tragedi Mei kembali dikampanyekan, salah satu televise swasta memainkan isu ini dengan cara melakukan pengulangan tema dan konten secara berkala, bertujuan melakukan kerusakan terhadap elektabilitas om Bowo. Beberapa petinggi militer yang sudah pensiun pun memainkan isu yang sama. Beberapa pengamat, politisi bahkan Kompasianer tak ketinggalan memainkan isu yang sebenarnya sudah usang dan tak relevan lagi. Pertanyaannya mengapa dan kenapa harus pada saat ini.
Situasi politik adalah jawabannya, beberapa survey merilis sebuah hasil yang mengejutkan bahwa elektabilitas om Bowo mulai mendekati om Owi. Rasa percaya diri yang begitu besar di awal-awal kampanye membuat tim sukses om Owi merasa kecolongan karena tidak menduga bahwa om Bowo berhasil membangun koalisi besar dan meraih simpati dengan derasnya dukungan dari berbagai elemen masyarakat.
Perkembangan demi perkembangan dan melihat elektabilitas om Owi yang tidak menunjukkan tren naik membuat tim sukses om Owi berfikir keras untuk menciptakan situasi yang menguntungkan pasangan ini. Blusukan yang biasa dilakukan tidak lagi menjadi special, tidak adanya hal baru yang menarik, praktis membuat om Owi tidak lagi mendapatkan panggung spesial di media, kecuali pemberitaan bombastis di media pendukungnya.
Potongan om Owi yang diakui oleh pasangannya kurang meyakinkan pun menjadi problem, apalagi setelah mendapatkan serangan bertubi-tubi di media social tentang selipan kertas di Jas om Owi, masyarakat akhirnya mulai sadar dan kehilangan respeknya terhadap tokoh ini, karena tidak berani mengakui bahwa selipan kertas itu bukanlah kertas doa melainkan catatan-catatan penting untuk menjawab pertanyaan.
Begitu banyaknya kejadian dan itu dilihat langsung oleh publik, baik sebelum dan sesudah debat membuat tim sukses om Owi harus bisa mengalihkan perhatian masyarakat mengenai sisi kekurangan dan kelemahan om Owi mengenai kapasitas-kapasitas yang dibutuhkan oleh Presiden, bukan hanya sekedar jawaban ala kadarnya. Lalu dengan cara apa dan bagaimana supaya masyarakat beralih perhatiannya?
Isu HAM, taktik keji tanpa hati!
Tante Megawati naik setelah Alm Gus Dur dijatuhkan, pada saat itu masyarakat, aktifis dan praktisi HAM menaruh harapan yang besar kepada tante ini untuk bisa mengusut dan menuntaskan segala persoalan dimasa lalu, seperti kasus Priok, Talangsari, Warsidi, 27 Juli, Mei 98 dan kasus penculikan aktifis sampai tuntas dan menyeret siapa “bos” besarnya dibelakang ini.
Detik kedetik, dan tahun pun berganti, tante Mega tidak mampu menyelesaikan persoalan ini, padahal sebagai Presiden harusnya Ia bias, mampu dan mempunyai kekuatan hukum untuk menuntaskan persoalan di atas. Pertanyaannya kenapa dan mengapa persoalan di atas tidak pernah menjadi prioritas bahkan tanpa ada keinginan yang kuat dari tante ini untuk menyelesaikannya. Lalu mengapa sekarang isu HAM dimainkan dengan begitu “kasar” oleh tim sukses om Owi?
Siapa pembunuh Munir?
Pejuang Ham ini terbunuh dimasa pemerintahan tante Mega, pertanyaannya siapakah yang membunuh Munir sesungguhnya? Dan siapa “bos” besar dibelakangnya. Pada masa tante Mega ada beberapa Jenderal yang terendus dan menjadi bagian dari tim sukses untuk kemenangan om Owi. Saran Aiy jika nanti om Owi menang maka apakah Ia berani menuntaskan dan mencari siapa dibalik semua ini, satu kasus ini saja. Om Owi beranikan menanyakan siapa pembunuh Munir kepada Jenderal yang sekarang mendukungnya?
Pahlawan HAM kesiangan?
Setelah masa tante Mega berakhir, kepemimpinan nasional dipegang oleh om Beye selama dua priode. Pada masa itu apakah isu-isu HAM khususnya yang menyangkut om Prabowo ada yang bersuara lantang seperti ini? Tiba-tiba banyak orang yang mendadak menjadi pahlawan dan pejuang HAM dengan bersuara lantang bahwa om Bowo harusnya dibawa kemahkamah militer dan mendapatkan hukuman yang lebih berat dari sekedar diberhentikan.
Pada masa tante Mega dan om Bowo berpasangan pun suara-suara “genit” mengenai dugaan keterlibatan Om Bowo dalam kasus penculikan tidak terdengar keras. Kenapa dan mengapa? Karena pada saat itu situasi politik dan dukungan tidak didapatkan oleh om Bowo dan om Bowo pada saat itu bukanlah ‘ancaman” serius bagi salah satu konstestan pemilu.
Dan para pejuang dan pahlawan HAM kesiangan yang jumlahnya mendadak banyak ini pun bersuara lantang seperti orang yang “kesurupan” dan “mengigau” mengenai hak asasi manusia. Dan om Owi pun tidak mau ketinggalan ketika Ia berkata lantang salah satu aktifis yang hilang harus bias ditemukan baik hidup atau mati. Mengapa Ia baru sekarang bersuara lantang? Padahal Ia tidak berbicara dengan para Jenderal-Jenderal yang mendukungnya, mengapa itu tidak dilakukannya? Apakah para Jenderal itu tiba-tiba amnesia jika menyangkut kasus ini?
Penjual HAM Tanpa peduli dengan Keluarga korban HAM
Sebenarnya mereka tidak pernah peduli dengan apakah aktifis yang masih hilang ini hidup atau sudah mati, dan kalau pun mati dimana kuburannya. Mereka juga pada dasarnya tidak pernah peduli betapa sakitnya para keluarga korban penculikan, terbunuhnya ratusan orang di TalangSari, Priok, Lampung, korban 27 Juli, Mei 98 atau pun siapa otak pembunuh Munir.
Mereka tidak pernah peduli, HAM mereka gunakan dalam upaya merusak elektabilitas om Bowo yang semakin hari semakin deras dukungan mengalir kepadanya. Mereka tidak akan pernah berani berjanji dan berkomitmen untuk menuntaskan semua kasus HAM diatas, karena isu ini hanya mereka gunakan untuk kepentingan politik semata.
Pahlawan HAM kesiangan tanpa hati memainkan isu HAM yang hanya untuk menjegal lawan politiknya. Kalau memang anda peduli dengan semua korban HAM baik di masa pemerintahan Soekarno, Soeharto, Megawati mengapa selama ini anda bungkam? Mengapa tiba-tiba Anda mendadak seolah menjadi orang yang begitu ahli sejarah dan HAM? Sebenarnya anda adalah pengecut yang berlindung dibalik kebebasan bersuara dan tidak punya nyali untuk menjadi pahlawan sesungguhnya bagi para korban HAM dan bagi bangsa ini.
Teruslah menjadi pengecut karena Anda memang tidak bisa menjadi Pahlawan dan pejuang HAM sesungguhnya.
Salam Pejuang HAM kesiangan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H