Mohon tunggu...
Christine Huangyi
Christine Huangyi Mohon Tunggu... -

Pingin Kuliah

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sinetron! Dialog Yang Ngga Penting Jadi Penting?

26 Maret 2014   15:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:27 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By : Christine Huangyi

Sinetron! Tujuan sintron tidak lain dari menghibur, jadi tidak perlu heran kalau di dalam banyak sinetron apa pun bisa dibalik – balik. Sinetron seperti agama baru dalam melihat norma, etika dan budaya. Layaknya agama baru, sinetron kebanyakan membawa nilai – nilai baru yang mungkin lebih banyak terjadi didunia hayalan. Kalau pun ada, paling sebagian kecil, dan itu diangkat seolah – olah menjadi gambaran prilaku pribadi masyarakat.

Kebenaran tidak selalu menjadi filosofi didalam sinetron, karena tujuannya menghibur semata, kebenaran menjadi begitu sangat relatif. Kita tidak akan mendapatkan hal – hal yang penting di dalam sinetron, bahkan kita hanya mendapatkan hal yang buruk bahkan mungkin lebih dari sekedar buruk.

Mengapa sinetron menjadi begitu disukai oleh ibu – ibu dan juga gadis remaja? Jika dilihat lebih jauh, sinetron yang ada hanya menampilkan dialog – dialog yang tidak penting. Iri, dengki, siasat, amarah dan sikap – sikap lainnya yang sebenarnya sebuah contoh yang tidak baik. Aiy melihat bahwa sinetron saat ini tidak lain hanya penghibur belaka dengan mengorbankan idealisme dan kebenaran.

Penghibur belaka? Apakah sinteron saat ini bisa memberikan inspirasi? Apakah bagian dari aspirasi kita terhadap banyak hal yang terjadi pada bangsa ini? Memberikan kita gagasan? Ide atau bahkan sekedar membuka pikiran. Tidak ada, sinetron kita tidak lain seperti penghibur yang hanya bisa membuat orang terbuai dengan segala mimpi – mimpi dunia dan gambaran serial sifat buruk manusia.

Apakah tujuan sinetron dewasa ini telah menjadi “pelacur” dalam bisnis hiburan di televisi?

Bisnis hiburan memang menarik, tapi bagaimana mengemas hiburan menjadi sesuatu yang bernilai pengetahuan dan sarat dengan nilai kearifan bukanlah hal mudah, apalagi sebagian besar televisi kita cenderung tidak ingin berfikir keras untuk memberikan yang terbaik untuk masyarakat, mereka cenderung memilih hiburan – hiburan yang kering terhadap kebijaksanaan kita sebagai manusia.

Kita di suguhi “sampah – sampah” dialog yang tidak bermutu, tidak penting. Kering dari nilai – nilai filosofis, budaya dan nilai kearifan lokal. Sinetron kita sungguh sebuah tontonan yang tidak bermanfaat.

Aiy pernah berdiskusi dengan teman, katanya kita punya hak untuk mematikan televisi atau mengantinya dengan saluran yang lebih baik. Cara berfikir seperti itu mungkin baik, tapi tidak cukup. Kita perlu petisi atau sebuah gerakan masif yang dilakukan oleh kelompok – kelompok masyarakat yang mewakili masyarakatnya untuk memberikan tekanan kepada stasiun televisi untuk menolak atau memberikan peringatan kepada sinteron yang sungguh tidak mendidik.

Stasiun televisi yang ramah terhadap akal sehat?

Aiy termasuk yang suka menonton DAAI TV, walau pun tidak sering, melihat program – programnya, Aiy termasuk yang jatuh cinta terhadap televisi ini. DAAI TV menurut Aiy bisa memberika alternatif dari begitu banyaknya televisi yang ada dalam memberikan sajian programnya kepada kita.

Lalu mengapa televisi yang katanya punya anak – anak negeri ini malah tidak bisa mencontoh DAAI TV yang relatif masih baru tapi sudah bisa mencuri perhatian dengan semua program – programnya yang ramah terhadap akan sehat? Tulisan ini Aiy tulis ketika melihat sinetron saat ini berisi dialog – dialog yang ngga penting tapi menjadi penting untuk kita dengar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun