Mohon tunggu...
Chuang Bali
Chuang Bali Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orang Biasa yang Bercita-cita Luar Biasa

Anggota klub JoJoBa (Jomblo-Jomblo Bahagia :D ) Pemilik toko daring serba ada Toko Ugahari di Tokopedia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Air Hujan dan Kita

18 November 2022   06:25 Diperbarui: 18 November 2022   06:28 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Air Hujan dan Kita

Judul tulisan ini dipinjam dari judul sebuah buku yang diterbitkan pertama kali oleh kelompok Raindrops dalam bahasa Jepang, dan pada tahun 2009 diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Kompas. Kelompok Raindrops adalah semacam komunitas yang punya misi untuk mempromosikan pemanfaatan air hujan sebagai alternatif sumber air untuk kehidupan kita.

Buku ini membahas tentang 100 cara memanfaatkan air hujan. Pada saat Tokyo kekurangan air, pemerintah kota cenderung membuat dam besar di hulu. Namun pembangunan itu sangat menghabiskan tempat karena harus membabat habis lahan hutan dan juga pertanian dari penduduk lokal. Oleh karena itu, kelompok Raindrops mengusulkan untuk membangun puluhan ribu "dam mini" (tangki air hujan) di wilayah perkotaan sebagai solusi ganti membangun dam besar di hulu, karena kota Tokyo mempunyai curah hujan yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kebutuhan airnya.

Seperti halnya Tokyo, kekurangan air bersih di musim kemarau dan kebanjiran air di musim hujan juga menjadi persoalan yang serius di banyak kota-kota besar lain di dunia, tidak terkecuali kota-kota di Indonesia seperti Jakarta, Semarang, Surabaya,  Denpasar dan lainnya. Selain itu, pemanfaatan air tanah yang berlebih-lebihan (baca: boros) menyebabkan permukaan tanah terancam terus menurun dari tahun ke tahun yang pada gilliran akan memudahkan air laut makin masuk ke daratan dan mencemari air tanah. Sementara di sisi lain, air hujan atau "air langit" adalah sumber air yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh banyak penduduk di perkotaan dan pedesaan. Padahal, air hujan bisa diperoleh oleh siapa pun dan gratis.

Kota Denpasar khususnya, dan pulau Bali umumnya, seharusnya bisa mulai memanfaatkan air hujan dengan semaksimal mungkin, selain secara simultan juga menggalakkan penghematan air dan gerakan daur-ulang air. Kita bisa belajar dari orang-orang Jepang yang kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan air. Apalagi sebenarnya masyarakat kita di Bali secara adat dan budaya yang berdasarkan filosofi Hindu sangatlah memuliakan air. Itu, misalnya, terlihat dari bagaimana air menjadi bagian sangat penting dalam banyak upacara agama dan ritual adat. Dan ditambah dengan kenyataan bahwa pulau Bali secara umum disebutkan terancam "mengering" karena masifnya pemanfaatan air tanah untuk keperluan pariwisata serta sektor-sektor ikutannya, maka langkah-langkah progresif, inovatif, kreatif dan tif-tif lainnya tentang penghematan, pemanfaatan dan pengelolaan air seharusnya menjadi suatu keniscayaan.

Pertanyaannya: sudahkah langkah-langkah demikian itu dilaksanakan?

Chuang 160918

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun