Dalam sebuah sutta yang saya lupa namanya, Buddha pernah menyatakan bahwa karena sudah tak terhitung banyak kali kita lahir dan mati, lahir-mati, lahir-mati...di samsara ini, maka amat sangat sangat sukar sekali mencari seseorang yang belum pernah menjadi ayah, ibu, paman, bibi, kakek, nenek, kakak, adik, suami, istri atau kerabat kita dalam salah satu kehidupan kita yang lampau.
Saat sedang berada di sebuah bank, melihat rekan-rekan sesama pengantre, tiba-tiba saja saya melihat mereka tidak lagi sebagai orang asing. Bisa jadi, bapak yang sedang mengantre di depan saya dalam salah satu kehidupan lampau pernah menjadi ayah, paman, kakak, atau kakek saya. Dan kasir cantik itu mungkin dulunya pernah menjadi adik saya, atau malah istri saya (hehehe...)? Siapa tahu?
Dalam keterbatasan pengetahuan sebagai seorang awam, kita tak pernah mampu mengetahui seberapa lama kita telah berkelana di dalam lingkaran samsara ini. Tetapi untuk membantu kita membayangkannya, dalam sutta yang lain Buddha memberikan sebuah perumpamaan kepada kita: bila tulang belulang yang telah kita tinggalkan karena kematian-kematian yang telah kita alami ditumpuk, maka tingginya dapat mengalahkan gunung tertinggi sekali pun. Dan bila semua air mata yang pernah kita cucurkan oleh pelbagai kemalangan yang kita derita dalam kehidupan-kehidupan kita dikumpulkan, airnya dapat mengalahkan seluruh jumlah air samudra.
Betapa amat panjangnya perjalanan yang telah kita tempuh, dan juga yang mungkin masih harus kita jalani hingga mencapai tujuan sejati kita semua. Dan dalam perjalanan itu, tak terelakkan bagi kita untuk bersinggungan dengan para pengelana samsara lainnya. Kita tak pernah menjadi asing satu dengan lainnya, karena kita semua sama-sama pejalan yang pernah sekali waktu bersua tetapi kemudian berpisah, dan di lain waktu bersua untuk kembali berpisah, bersua-berpisah, bersua-berpisah....
Tak pernah ada alien di samsara. Tak pernah ada yang asing di sini. Terlepas dari perbedaan apa pun yang kita sandang kini, pengelanaan di samsara yang tak berujung membuat kita memiliki kaitan satu dengan lainnya sebagai sebuah keluarga besar pengelana samsara. Dan andai kita selalu sadar untuk melihat keseharian kita dari titik pandang ini, bahwa kita semua saling terkait sebagai sebuah keluarga besar pengelana samsara, saya yakin kita akan lebih menghargai semua makhluk sebagai sesama pejalan: untuk saling meringankan langkah kita, bukannya saling memberati.
Chuang 101208
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H