Darah kita merah, kawan. Engkau dapat melihat saat kantong-kantong darah para pendonor disimpan. Golonganmu dan golonganku mungkin beda, tetapi warna dari aliran yang menghidupi ragamu dan ragaku adalah satu warna yang sama merahnya. Mungkin engkau tak mengenalku, atau engkau tinggal di negeri yang jauh dengan bentuk tubuh yang berbeda denganku. Mungkin engkau berasal dari kebudayaan yang tak pernah kutahu ada, tetapi di dalam dirimu dan diriku ada sungai-sungai yang dipenuhi oleh air yang berwarna sama.
Darah kita merah, kawan. Kita seharusnya lebih sering merenungkannya agar kita selalu dapat memandang setiap diri kita sebagai cermin sempurna yang tak berbeda. Kau dan aku terbentuk dari sari bumi yang sama. Kau suka dalam kebahagiaan dan engkau menderita dalam kesengsaraan. Demikian pula diriku. Aku menangis menahan rasa sakit dan aku tersenyum dalam binar-binar kebahagiaan hidup.
Sebab darah kita sama merahnya, kawan, kita seharusnya tahu bagaimana untuk hidup saling mengasihi dan memahami satu sama lain, untuk berhenti saling menghakimi dan menudingkan telunjuk.
020707
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H