Apakah yang terbayang pertama kali ketika kita mendengar kata Pahlawan?
Tentu, seperti arti katanya, pertama-tama kita akan memahami pahlawan sebagai orang yang berjasa, orang yang telah meneguhkan suatu perbuatan berjasa bagi orang lain. Dalam pengertian lama, para pahlawan lebih diartikan sebagai mereka yang berjuang di bidang militer, para ksatria pembela tanah air yang memerdekakan bangsa kita dari jajahan negara lain. Pengertian seperti itu jugalah yang dulu, pada waktu saya masih kecil, hinggap di benak saya,
Sebagai anak kecil, saya membayangkan pahlawan adalah para pejuang yang gugur di medan pertempuran. Tanpa peperangan maka tidak ada pahlawan. Karena itu, saya mengkhayalkan andai negara ini mengalami peperangan dengan negara lain, saya ingin ikut maju berperang dengan mempertaruhkan nyawa saya. Dan karena saya ingin menjadi pahlawan yang dikenang oleh semua orang, saya berpikir untuk membuat sebuah baju seragam dengan nama saya tertulis di bagian dadanya. Saya tidak ingin gugur di medan perang tanpa diketahui siapa diri saya. Saya tidak ingin menjadi seorang pahlawan tak dikenal. Rugi, dong, sudah susah-susah berjuang dan gugur pula! Begitulah naif dan pamrihnya impian seorang anak kecil. J
Seiring bertambahnya usia dan wawasan, mata saya mulai terbuka perlahan-lahan pada pengertian yang lebih luas. Gelar atau sebutan pahlawan, ternyata, tidak hanya layak dan pantas untuk para pejuang di bidang militer. Setiap orang yang berjuang dengan tulus ikhlas penuh dedikasi di bidang kehidupannya masing-masing juga layak disebut pahlawan. Pahlawan lapangan hijau untuk para atlit yang mengharumkan nama bangsa, pahlawan tanpa tanda jasa (dulunya) untuk para guru dan pendidik, pahlawan devisa untuk para TKI, pahlawan lingkungan bagi para pelestari alam, dan banyak sebutan lainnya.
Pahlawan tidak harus orang-orang hebat dengan kemampuan luar biasa seperti Superhero. Pahlawan seringkali justru hanyalah orang-orang biasa yang kebetulan berada pada suatu situasi tertentu dan dia, karena kepeduliannya, merasa terpanggil untuk menyingsingkan lengan baju mengulurkan tangan merengkuh mereka yang harus direngkuh, memeluk yang perlu dipeluk dan membawakan cahaya kepada yang sedang tersesat dalam kegelapan. Pahlawan adalah dia yang peduli untuk menjadi obat bagi yang sakit, makanan bagi yang lapar, suaka bagi yang dalam ketakutan, embun bagi yang murka, dan bahtera bagi yang ingin menyeberang*.
Orang-orang seperti Haji Bambang di Kuta yang mengkoordinasikan penyelamatan para korban Bom Bali 2002, atau Mas Endang yang menyelamatkan 2 orang gadis Jepang dari bahaya kematian akibat tenggelam, juga Dr. Ni Luh Kartini yang memperjuangan nasib petani dan pertanian organik, adalah orang-orang biasa tetapi dengan hati yang dipenuhi kepedulian terhadap sesama dan lingkungannya. Masih ada sederetan panjang pahlawan-pahlawan yang “orang biasa”. Kita bisa membaca kisah-kisah mereka yang—salah satunya—biasa ditampilkan di halaman belakang dari koran utama Kompas.
Jelaslah bagi saya kini, siapa pun yang memiliki kepedulian dan mewujudkannya menjadi tindakan nyata, mereka itu pantas disebut pahlawan. Selama kepedulian itu masih terpelihara dengan baik, dan sejauh keberanian untuk mewujudkannya menjadi nyata terus membara, kita tidak akan kekurangan pahlawan.
Sesungguh, kehidupan kita ini disusun dari sebatu-demi-sebatu bata pengorbanan dari pahlawan-pahlawan yang tak terlihat, yang tak terbilang.
250809
* Dari lirik lagu Bodhicitta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H