"Apa yang terpancar dari wajahmu melalui apa yang kamu kenakan setiap hari, apa yang kamu kerjakan dengan kedua tanganmu dan kemana pun kedua kakimu melangkah, kata-kata apa yang keluar dari mulutmu, dan apapun yang dilihat orang darimu, adalah apa yang kamu dapatkan dan kamu terima dari rumahmu, dari lingkungan keluargamu."Â
Ya, itu adalah sepenggal kalimat dari keluarga saya, yang selalu saya ingat dan jadikan pedoman di tengah kerasnya perjalanan hidup dewasa ini.Â
Saya berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari hari ke hari, berusaha menjadi orang yang baik kepada siapa pun, tutur kata yang baik, juga selalu menerapkan pentingnya sopan santun dimana pun, kapan pun dan terhadap siapa pun.Â
Sebagai manusia biasa, terkadang saya menginginkan hal yang baik itu juga terjadi kepada saya. Ketika saya sudah berusaha melakukan yang terbaik di dalam setiap aspek kehidupan, saya pun sedikit-banyak berharap menerima perlakuan yang baik juga.Â
Tapi tak jarang, saya malah menerima yang buruk dari orang lain. Entahlah, apakah kesabaran saya sedang diuji, memang kehidupan manusia dewasa se-tidak adil ini, ataukah memang saya sedang diajar untuk tidak berekspektasi terlalu tinggi terhadap apapun selain tetap berbuat baik saja.Â
Tidak ingin menyinggung siapa pun, hanya ingin berbagi cerita. Kisah ini bermula saat saya masih bekerja di perusahaan lama.Â
Setelah lulus masa probation, saya pun mengerjakan pekerjaan saya seperti karyawan biasa, berusaha menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat pada waktunya.Â
Tanpa saya sadari, ada orang yang menguntit. Tentu saja orang tersebut bukan staff seperti saya. Beliau memiliki jabatan yang tinggi dan juga kabarnya telah memiliki keluarga.Â
Di divisi lain, ada atasan yang cenderung marah tanpa sebab, senang mencari kesalahan dan kekurangan orang lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Senang mengorek kehidupan pribadi bawahannya lalu dijadikan senjata untuk menyerang mereka suatu waktu.Â
Kami sebagai bawahan pun merasa risih, tapi harus tetap bekerja secara professional dengan dalih, "Ya, kami tetap disini secara professional karena kami masih butuh uang dan kami sadar akan posisi kami."Â