Berkaca ke belakang, sebelum serangan besar-besaran terhadap jurnalis yang terjadi saat ini, serangan militer Israel telah menewaskan 20 jurnalis dalam kurun waktu hampir 22 tahun, yang mana para pelakunya tidak pernah diadili untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Salah satu contoh yang paling menghebohkan adalah terbunuhnya Shireen Abu Akleh seorang jurnalis perempuan berkebangsaan Palestina-Amerika yang bekerja untuk kantor berita Al Jazeera yang merupakan jurnalis ternama di Timur Tengah. Ia sering meliput pemberitaan pendudukan wilayah Palestina oleh Israel dan menganalisis politik Israel.
Pada 11 Mei 2022, Shireen terbunuh karena tembakan di kepala oleh pasukan militer Israel di kamp pengungsian di Jenin, Tepi Barat. Al Jazeera dan Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan bahwa militer Israel (IDF) adalah pihak yang bertanggungjawab atas insiden tersebut. Namun, pihak Israel menolak klaim tersebut dan bahkan menyatakan bahwa kemungkinan pelakunya adalah orang Palestina. Hal ini tidak mengherankan mengingat pola kebohongan yang sudah sering dan lama mereka lakukan. Investigasi selanjutnya oleh Arsitektur Forensik dan Al-Haq menemukan bahwa pembunuhan Shireen Abu Akleh adalah disengaja.
Apa yang terjadi di Gaza harusnya bukan yang berasal dari klaim satu pihak. Kebenaran di sana adalah milik kemanusian, kebenaran di Gaza adalah milik dunia, dimana mata serta telinga kemanusiaan itu ada pada jurnalis yang seharusnya mendapatkan akses yang lebih luas ke Gaza dan kesempatan untuk lebih menjelaskan wajah Gaza yang sesungguhnya dan mengubah opini publik baik yang pro maupun yang kontra tentang apa yang seharusnya dilakukan terhadap krisis berlarut-larut yang terjadi disana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H