Tren penurunan suku bunga simpanan perbankan belakangan ini semakin kelihatan. Sebenarnya ini bisa saja dipahami sebagai sebuah perkembangan positif bagi perbankan nasional, bank-bank terlihat masih memiliki likuiditas yang aman.
Berbeda misalnya dengan kondisi di 3-2 dekade lalu, dimana bank-bank banyak yang kesulitan likuiditas untuk memenuhi kewajiban jangka pendek mereka, sehingga mendorong perbankan memberikan imbal hasil alias bunga simpanan yang tinggi serta iming-iming gebyar hadiah yang spektakuler untuk menarik dana pihak ketiga.
Bunga simpanan yang tinggi akan berkorelasi langsung dengan tingginya bunga pinjaman. Bunga pinjaman yang tinggi tentunya akan menjadi beban bagi nasabah dan meningkatkan potensi atau resiko kredit macet, hal ini tentunya tidak diinginkan oleh semua pihak.
Namun, tingkat suku bunga yang rendah bahkan nol persen saat ini menyebabkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) cenderung menurun selama beberapa bulan terakhir ini. Pemilik dana tentu dihadapkan pada pilihan untuk mempertimbangkan portofolio di antara simpanan di bank, saham, obligasi, valuta asing, uang digital atau bahkan emas.
Untuk emas tampaknya saat ini menjadi godaan yang paling relevan. Harga emas yang melambung belakangan ini bisa dijadikan sebagai 'pelarian' atas dana yang dimiliki. Akumulasi emas sebagai aset safe heaven dipandang sebagai antisipasi aman terhadap potensi resesi ekonomi.
Dengan penurunan pertumbuhan dana pihak ketiga dikhawatirkan pada akhirnya bank bisa mengalami tekanan likuiditas yang kian berat. Dimana jika pertumbuhan kredit jauh lebih besar dibanding pertumbuhan DPK akan mempengaruhi rasio antara kredit dan simpanan yang batas atasnya adalah 110%, dimana saat ini ratio LDR masih diambang aman 76,51%.Â
Tapi, tidak pula diharapkan LDR semakin rendah, sebab meski LDR yang rendah menandakan bahwa bank-bank konvensional masih memiliki likuiditas yang aman. Namun, di sisi lain juga dapat mengakibatkan bank-bank mungkin tidak memperoleh pendapatan maksimum.
Dalam catatan dari Bank Indonesia (BI) penyaluran kredit perbankan hingga triwulan kedua Juni 2022 mencapai Rp 6.156,2 triliun, atau naik 10,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu laju pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan mulai mengalami penurunan. Berdasarkan data Bank Indonesia, di bulan Juni 2022 total DPK perbankan yang terhimpun tercatat mencapai Rp 7.330,3 triliun atau tumbuh 8,9% year on year (yoy), ini menurun jika dibandingkan dengan pertumbuhan di bulan sebelumnya yang mencapai 10,1%, yoy. Penurunan DPK terutama disebabkan oleh perlambatan seluruh jenis simpanan, mulai dari tabungan, giro, serta deposito.
Adalah sebuah hal yang wajar bagi masyarakat yang memiliki dana untuk berpikir menabung uang mereka di bank dengan tingkat suku bunga yang sangat kecil atau bahkan sudah nol persen untuk tabungan dengan nominal di bawah 50 juta, dan untuk tabungan di atas 1 milyar hanya kisaran bunga 1%.