Bagaimana perasaan orangtua saat mendapati kenyataan bahwa si buah hati menyandang autis? Tentu akan banyak perasaan yang berkecamuk di dalam dada para orangtua mengetahui buah hatinya menyandang autisme.Â
Akan tetapi, ada satu hal yang paling didambakan dan diharapkan oleh orangtua, yakni bagaimana sang buah hati itu bisa tumbuh dan hidup mandiri nantinya tanpa harus bergantung dengan orang lain termasuk dengan orangtuanya dan bahkan bagaimana agar mereka bisa seperti orang normal lainnya dapat memiliki atau membangun rumah tangga dan keluarga mereka sendiri.
Secara umum apa yang menjadi harapan orangtua yang memiliki buah hati yang mengidap autisme itu sangat dimungkinkan, dengan terapi dan penanganan yang tepat orang-orang yang didiagnosa autis bisa 'sembuh' dan menjalani kehidupan normal dan mandiri.
Anak dengan autisme biasanya punya masalah dalam berkomunikasi, berinteraksi dengan orang lain atau melakukan kontak mata, namun demikian anak autis biasanya memiliki kecerdasan yang lebih dari anak normal.
Anak dengan autisme berhak dihargai sama dengan anak normal lainnya, diberikan dukungan untuk berinteraksi dengan lingkungannya, dan yang paling penting adalah mendapatkan perhatian dan kasih sayang di keluarganya.
Bagi keluarga yang memiliki buah hati autis perlu memahami potensi unik yang anak autis mereka miliki, sebab keunikan seorang anak autisme jika dibantu dan didukung dengan baik, maka tidak jarang mereka bisa berprestasi.Â
Pengidap autisme, seperti Elon Musk atau Greta Thunberg jika kita lihat tentu sulit untuk dipercaya bahwa mereka adalah orang yang mengidap autisme, apa yang terlihat dari mereka tidak ada tipikal autis.
Atau mungkin kita bisa melihat sosok Kody Lee, pemenang American Idol 2019, secara fisik mungkin Kody Lee terlihat sangat terbatas. Namun, secara prestasi dengan menjuarai kontes American Idol tentu itu bukan prestasi yang biasa saja.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa penanganan anak dengan autisme memerlukan perhatian yang lebih dan khusus, bagi mereka yang tinggal di kota besar yang tentu saja dukungan fasilitas perawatan ataupun penanganan penderita autis lebih mudah ditemukan, namun bagi mereka yang tinggal di kota kecil yang fasilitas bagi penyandang autis masih minim baik dari segi fasilitasnya sendiri maupun dari sumber daya manusianya.
Begitu pula dalam hal biaya, bagi orang yang mampu tentu masalah biaya bukanlah hal yang menjadi persoalan. Tetapi bagaimana dengan orang yang tidak mampu, seperti kita ketahui bahwa penanganan penderita autis memerlukan biaya yang tidak sedikit, dari pengalaman orangtua yang memiliki anak penderita autis, untuk biaya terapi setiap bulan memerlukan biaya setidaknya 2.5 juta rupiah, biaya konsultasi ke dokter sekitar 500an ribu, belum termasuk obat-obatan dan suplemen khusus untuk penderita autisme.